Kamis, 07 Agustus 2014

Cerita Pendek Prahara Pembantu Rumah Tangga

Foto Ilustrasi
Atun adalah seorang pembantu rumah tangga seksi yang masih lumayan muda, usianya baru sekitar 23 tahun. Mempunyai tinggi badan yang tidak begitu tinggi namun lumayan montok.
Pembantu muda yang didatangkan dari sebuah yayasan penyalur tenaga kerja ini mempunyai sifat yang lumayan genit. Apalagi ditunjang dengan lirikannya yang lumayan nakal.

Ia bekerja pada seorang eksekutif muda sukses yang telah beristri.
Diceritakan dalam cerita dewasa ini, atun ternyata memiliki ketertarikan dengan sang majikan.
Apalagi status atun yang baru saja kawin namun harus ditinggal suaminya bekerja sebagai TKI karena desakan ekonomi keluarga.

Otomatis, gairah dan nafsu atun masih sangat menggebu-gebu.
Ia mungkin belum puas dengan belaian seorang lelaki. Hanya beberapa bulan saja ia sempat disentuh oleh suaminya. Oleh karena itu, mengetahui majikannya merupakan seorang pria yang lumayan perkasa, atun segera saja terangsang birahinya.

Terbukti dengan kenekatan atun mengintip majikan lelakinya yang sedang mandi. Sebenarnya, sedari awal sang majikan sudah memperhatikan bahwa pembantu barunya itu suka sekali memperhatikan bagian bawah tubuhnya, di sekitar celananya. Dan keyakinannya semakin bertambah tebal bahwa si atun ingin disetubuhi saat mengetahui dirinya sedang diintip saat sedang mandi. Segera saja sang manjikan tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menikmati tubuh muda pembantunya.
Tentu saja secara diam-diam tanpa sepengetahuan istrinya. Rupanya hasrat sang pembantu sangat klop dengan hasrat sang majikan. Jadilah mereka berdua saling menikmati tubuh masing-masing di atas ranjang.

Adik Kandung Yang DiPuaskan Nafsu Liarku


  - Ini adalah kisah pengalamanku yang sengaja aku beberkan untuk pertama kalinya. Sebut saja namaku Arman, aku sendiri tinggal di Bandung. Kejadian yang aku alami ini kalau tidak salah ingat, terjadi ketika aku akan lulus SMA pada tahun 1998.
Sungguh sebelumnya aku tak menyangka bahwa aku akan meniduri adikku sendiri yang bernama Ratih. Dia termasuk anak yang rajin dan ulet, sebab dia adalah yang memasak dan mencuci pakaian sehari-hari. Ibuku adalah seorang pedagang kelontong di pasar, sedangkan ayahku telah lama meninggal. Entah mengapa Ibu tidak berniat untuk menikah lagi.
Yang ibu lakukan setiap hari adalah sejak jam 4 subuh dia sudah pergi ke pasar dan pulang menjelang magrib, aku pun sekali-sekali pergi ke pasar untuk membantu beliau, itu pun kalau terpaksa sedang tidak punya uang. Sedangkan adikku karena seringnya tinggal di rumah maka dia kurang pergaulan hingga kuperhatikan tampaknya dia belum pernah pacaran. Oh ya, selisih umurku dengan adikku hanya terpaut dua setengah tahun dan saat itu dia masih duduk di kelas 1 SMA.
*****
Baiklah, aku akan mulai menceritakan pengalaman seks dengan adikku ini. Kejadiannya ketika itu aku baru pulang dari rumah temanku Anto pada siang hari, ketika sampai di rumah aku mendapati adikku sedang asyik menonton serial telenovela di salah satu TV swasta. aku pun langsung membuat kopi, merokok sambil berbaring di sofa. Saat itu serial tersebut sedang menampilkan salah satu adegan ciuman yang hanya sebentar karena langsung terpotong oleh iklan. Setelah melihat adegan tersebut aku menoleh kepada adikku yang ternyata tersipu malu karena ketahuan telah melihat adegan tadi di cerita seks dewasa.
"Pantesan betah nonton film gituan" ujarku.
"Ih, apaan sih" cetusnya sambil tersipu malu-malu.
Beberapa menit kemudian serial tersebut selesai jam tayangnya, dan adikku langsung pergi ke WC. Kudengar dari aktifitasnya, rupanya dia sedang mencuci piring. Karena acara di televisi tidak ada yang seru, maka aku pun mematikan TV tersebut dan setelah itu aku ke WC untuk buang air kecil. Mataku langsung tertuju pada belahan pantat adikku yang sedang berjongkok karena mencuci piring.
"Ratih, ikut dulu sebentar pingin pipis nih" sahutku tak kuat menahan.
Setelah aku selesai buang air kecil, pikiranku selalu terbayang pada bongkahan pantat adikku Ratih. Aku sendiri tadinya tak mau berbuat macam-macam karena kupikir dia adalah adikku sendiri, apalgi adikku ini orangnya lugu dan pendiam. Tetapi dasar setan telah menggoyahkan pikiranku, maka aku berpikir bagaimana caranya agar dapat mencumbu adikku ini.
Aku seringkali mencuri pandang melihat adikku yang sedang mencuci, dan entah mengapa aku tak mengerti, aku langsung saja berjalan menghampiri adikku dan memeluk tubuhnya dari belakang sambil mencium tengkuknya. Mendapat serangan yang mendadak tersebut adikku hanya bisa menjerit terkejut dan berusaha melepaskan diri dari dekapanku di cerita seks dewasa.
Aku sendiri lalu tersadar. Astaga, apa yang telah aku lakukan terhadap adikku. Aku malu dibuatnya, dan kulihat adikku sedang menangis sesenggukan dan lalu dia lari ke kamarnya. Melihat hal itu aku langsung mengejar ke kamarnya. Sebelum dia menutup pintu aku sudah berhasil ikut masuk dan mencoba untuk menjelaskan perihal peristiwa tadi.
"Maafkan.. Aa Ratih, Aa tadi salah"
"Terus terang, Aa nggak tahu kenapa bisa sampai begitu"
Adikku hanya bisa menangis sambil telungkup di tempat tidurnya. Aku mendekati dia dan duduk di tepi ranjang.
"Ratih, maafin Aa yah. Jangan dilaporin sama Ibu" kataku agak takut.
"Aa jahat" jawab adikku sambil menangis.
"Ratih maafin Aa. Aa berbuat demikian tadi karena Aa nggak sengaja lihat belahan pantat kamu, jadinya Aa nafsu, lagian kan Aa sudah seminggu ini putus ama Teh Dewi" kataku.
"Apa hubungannya putus ama Teh Dewi dengan meluk Ratih" jawab adikku lagi.
"Yah, Aa nggak kuat aja pingin bercumbu"
"Kenapa sama Ratih" jawabnya.
Setelah itu aku tidak bisa berbicara lagi hingga keadaan di kamar adikku begitu sunyi karena kami hanya terdiam. Dan rupanya di luar mulai terdengar gemericik air hujan. Di tengah kesunyian tersebut lalu aku mencoba untuk memecah keheningan itu.
"Ratih, biarin atuh Aa meluk kamu, kan nggak akan ada yang lihat ini" Adikku tidak menjawab hanya bisa diam, mengetahui hal itu aku mencoba membalikkan tubuhnya dan kuajak bicara.
"Ratih, lagian kan Ratih pingin ciuman kayak di film tadi kan?" bujukku.
"Tapi Aa, kita kan adik kakak?" jawabnya.
"Nggak apa-apa atuh Ratih, sekalian ini mah belajar, supaya entar kalo pacaran nggak canggung"
Entah mengapa setelah aku bicara begitu dia jadi terdiam. Wah bisa nih, gumanku dalam hati hingga aku pun tak membuang kesempatan ini. Aku mencoba untuk ikut berbaring bersamanya dan mencoba untuk meraih pinggangnya. Aku harus melakukannya dengan perlahan. Belum sempat aku berpikir, Ratih lalu berkata..
"Aa, Ratih takut"
"Takut kenapa, Say?" tanyaku.
"Ih, meuni geuleh, panggil Say segala" katanya.
"Hehehe, takut ama siapa? Ama Aa? Aa mah nggak bakalan gigit kok", rayuku.
"Bukan takut ama Aa, tapi takut ketahuan Ibu" jawabnya.
Setelah mendengar perkataannya, aku bukannya memberi alasan melainkan bibirku langsung mendarat di bibir ranum adikku yang satu ini. Mendapat perlakuanku seperti itu, tampak kulihat adikku terkejut sekali, karena baru pertama kalinya bibir yang seksi tanpa lipstick ini dicumbu oleh seorang laki-laki yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Adikku pun langsung mencoba untuk menggeserkan tubuhnya ke belakang. Tetapi aku mencoba untuk menarik dan mendekapkan lebih erat ke dalam pelukanku.
"Mmhh, mmhh.., Aa udah dong" pintanya. Aku menghentikan pagutanku, dan kini kupandangi wajah adikku dan rasanya aku sangat puas meskipun aku hanya berhasil menikmati bibir adikku yang begitu merah dan tipis ini.
"Ratih, makasih yah, kamu begitu pengertian ama Aa" kataku.
"Kalau saja Ratih bukan adik Aa, udah akan Aa.." belum sempat aku habis bicara..
"Udah akan Aa apain" bisiknya sambil tersenyum. Aku semakin geregetan saja dibuatnya melihat wajah cantik dan polos adikku ini.
"Udah akan Aa jadiin pacar atuh. Eh Ratih, Ratih mau kan jadi pacar Aa", tanyaku lagi.
Mendengar hal demikian adikku lalu terdiam dan beberapa saat kemudian ia bicara..
"Tapi pacarannya nggak beneran kan" Katanya sedikit ragu.
"Ya nggak atuh Say, kita pacarannya kalo di rumah aja dan ini rahasia kita berdua aja, jangan sampai temen kamu tau, apalagi sama Ibu" jawabku meyakinkannya. Setelah itu kulihat jam dinding yang ternyata sudah menunjukan jam 4 sore.
"Udah jam 4 tuh, sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu yah", kataku kemudian.
Maka aku pun bangkit dan segera pergi meninggalkan kamar adikku. Setelah kejadian tadi siang aku sempat tidak habis pikir, apakah benar yang aku alami tadi. Di tengah lamunanku, aku dikejutkan oleh suara Ibuku.
"Hayoo ngelamun aja, Ratih mana udah pada makan belum?" kata Ibuku.
"Ada tuh, emang bawa apaan tuh Bu?" aku melihat Ibuku membawa bungkusan.
Setelah aku lihat ternyata Ibu membeli bakso, kemudian Ibuku memangil Ratih dan kami bersama-sama menyantap Baso itu. Untungnya setelah kejadian tadi siang kami dapat bersikap wajar, seolah tidak terjadi apa-apa sehingga Ibuku tidak curiga sedikit pun.
Malamnya aku sempat termenung di kamar dan mulai merencanakan sesuatu, nanti subuh setelah Ibu pergi ke pasar aku ingin sekali mengulangi percumbuan dengan adikku sekalian ingin tidur sambil mendekap tubuh adikku yang montok. Keesokannya rupanya setan telah menguasaiku sehingga aku terbangun ketika Ibu berpamitan kepada adikku sambil menyuruhnya untuk mengunci pintu depan. Setelah itu aku mendekati adikku yang akan bergegas masuk kamar kembali.
"Ehmm, ehmm, bebas nih", ujarku.
Adikku orangnya tidak banyak bicara. Mengetahui keberadaanku dia seolah tahu apa yang ingin aku lakukan, tetapi dia tidak bicara sepatah kata pun. Karena aku sudah tidak kuat lagi menahan nafsu, maka aku langsung melabrak adikku, memeluk tubuh adikku yang sedang membelakangiku. Kali ini dia diam saja sewaktu aku memeluk dan menciumi tengkuknya.
Dinginnya udara subuh itu tak terasa lagi karena kehangatan tubuh adikku telah mengalahkan hawa dingin kamar ini. Kontolku yang mulai ngaceng aku gesek-gesekkan tepat di bongkahan pantatnya.
"Say, Aa pingin bobo di sini boleh kan?" pintaku.
"Idih, Aa genit ah, jangan Aa, entar.."
"Entar kenapa?" timpalku.
Belum sempat dia bicara lagi, aku langsung membalikkan tubuhnya dan langsung aku pagut bibir yang telah sejak tadi siang membuat pikiranku melayang. Aku kemudian langsung mendorongnya ke arah dinding dan menghimpit hangat tubuhnya agar melekat erat dengan tubuhku. Aku mencoba untuk menyingkap dasternya dan kucoba untuk meraba paha dan pantatnya.
Walaupun dia menyambut ciumanku, tetapi tangannya berusaha untuk mencegah apa yang sedang kulakukan. Tetapi aku tersadar bahwa ciumannya kali ini lain daripada yang tadi siang, ciuman ini terasa lebih hot dan mengairahkan karena kurasakan adikku kini pun menikmatinya dan mencoba menggerakkan lidahnya untuk menari dengan lidahku. Aku tertegun karena ternyata diam-diam adikku juga memiliki nafsu yang begitu besar, atau mungkin juga ini karena selama ini adikku belum pernah merasakan nikmatnya bercumbu dengan lawan jenis.
Kini tanpa ragu lagi aku mulai mencoba untuk menyelinapkan tanganku untuk kembali meraba pahanya hingga tubuhku terasa berdebar-debar dan denyut nadiku terasa sangat cepat, karena ini adalah untuk pertama kalinya aku meraba paha perempuan. Sebelumnya dengan pacarku aku belum pernah melakukan ini, karena Dewi pacarku lebih sering memakai celana jeans. Dengan Dewi kami hanya sebatas berciuman.
Kini yang ada dalam pikiranku hanyalah satu, yaitu aku ingin sekali meraba, menikmati yang namanya heunceut (vagina dalam bahasa Sunda) wanita hingga aku mulai mengarahkan jemariku untuk menyelinap di antara sisi-sisi celana dalamnya. Belum juga sempat menyelipkan jariku di antara heunceutnya, Ratih melepaskan pagutannya dan mulutnya seperti ikan mas koki yang megap-megap dan memeluk erat tubuhku kemudian menyilangkan kedua kakinya di antara pantatku sambil menekan-nekan pinggulnya dengan kuat. Ternyata Ratih telah mengalami orgasme.
"Aa.. aah, eghh, eghh" rintih Ratih yang dibarengi dengan hentakan pinggulnya.
Sesaat setelah itu Ratih menjatuhkan kepalanya di atas bahuku. Aku belai rambutnya karena aku pun sangat menyayanginya, kemudian aku bopong tubuh yang telah lunglai ini ke atas tempat tidur dan kukecup keningnya.
"Gimana Sayang, enak?" bisikku. Aku hanya bisa melihat wajah memerah adikku ini yang malu dan tersipu, selintas kulihat wajah adikku ini manisnya seperti Nafa Urbach.
"Gimana rasanya, Sayang?" tanyaku lagi.
"Aa, yang tadi itu apa yang namanya orgasme?" Eh, malah ganti bertanya adikku tersayang ini.
"Iya Sayang, gimana, enak?" jawabku sambil bertanya lagi.
"He-eh, enakk banget" jawabnya sambil tersipu.
Entah mengapa demi melihat kebahagian di wajahnya, aku kini hanya ingin memandangi wajahnya dan tidak terpikir lagi untuk melanjutkan aksiku untuk mengarungi lembah belukar yang terdapat di kemaluannya hingga sesaat kemudian karena kulihat matanya yang mulai sayu dan mengantuk akibat orgasme tadi maka aku mengajaknya untuk tidur. Kami pun terus tertidur dengan posisi saling berpelukan dan kakiku kusilangkan di antara kedua pahanya.
Hangat tubuh adikku kurasakan begitu nikmat sekali. Yang ada dalam pikiranku adalah betapa nikmatnya jika aku menikah nanti, pantas saja di jaman sekarang banyak yang kawin entah itu sudah resmi atau belum. Tanpa terasa aku pun sadar dan terbangun dari tidurku, dan kulihat jam di kamar adikku telah menunjukkan jam 9 lewat dan adikku belum juga bangun dari tidurnya. Wah gawat, berarti dia hari ini tidak sekolah, pikirku.
"Ratih, bangun kamu nggak sekolah?" tanyaku membangunkannya.
Ratih pun mulai terbangun dan matanya langsung tertuju pada jam dinding. Dia terkejut karena waktu telah berlalu begitu cepat, sehingga dia sadar bahwa hari ini dia tidak mungkin lagi pergi ke sekolah.
"Aahh, Aa jahat kenapa nggak ngebangunin Ratih" rajuknya manja.
"Gimana mau ngebangunin, Aa juga baru bangun" kataku membela diri.
"Gimana dong kalo Ibu tahu, Ratih bisa dimarahin nih, ini semua gara-gara Aa"
"Loo kok Aa yang disalahin sih, lagian Ibu nggak bakalan tahu kalau Aa nggak ngomongin kan" jawabku untuk menghiburnya.
"Bener yah, Ratih jangan dibilangin kalau hari ini bolos"
"Iyaa, iyaa" jawabku.
Entah mengapa tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk mandi bareng. Wah ini kesempatan emas, alasan tidak memberitahu Ibu bahwa dia nggak masuk sekolah bisa kujadikan senjata agar aku bisa mandi bersama adikku.
"Eh, ada tapinya loh, Aa nggak bakalan bilang ama Ibu asal Ratih mau mandi bareng ama Aa" kataku sambil mengedipkan mata.
"Nggak mau. Aa jahat, lagian udah gede kan malu masak mau mandi aja musti barengan"
"Ya udah kalo nggak mau sih terserah" ancamku.
Singkat cerita karena aku paksa dan dia tidak ingin ketahuan oleh Ibu maka adikku menyetujuinya.
"Tapi Aa jangan macem-macem yah" pintanya.
"Emangnya kalo macem-macem gimana?" tanyaku.
"Pokoknya nggak mau, mendingan biarin ketahuan Ibu, lagian juga itu kan gara-gara Aa, Ratih bilangin Aa udah ciumin Ratih" balasnya mengancam balik.
Jika kupikir-pikir ternyata benar juga, bisa berabe urusannya, seorang kakak bukannya menjaga adik dari ulah nakal laki-laki lain, eh malah kakaknya sendiri yang nakal. Maka untuk melancarkan keinginanku untuk bisa mandi dengannya, aku pun menyetujuinya. Kami berdua akhirnya bangun dari tidur dan setelah berbenah kamar, kami berdua pun pergi menuju kamar mandi. Sesampai di kamar mandi kami hanya saling diam dan kulihat adikku agak ragu untuk melepaskan pakaiannya.
"Aa balik dulu ke belakang, Ratih malu nih" pintanya.
"Apa nggak sebaiknya Aa yang bukain punya Ratih, dan Ratih bukain punya Aa"
Tanpa pikir panjang aku menghampiri adikku dan aku cium bibirnya. Agar dia tidak malu dan canggung untuk membuka pakaiannya, aku genggam tangannya dan aku tuntun untuk membuka bajuku. Tanpa dikomando dia membuka bajuku setelah itu kutuntun lagi untuk membuka celana basket yang aku kenakan.
Setelah keadaanku bugil dan hanya memakai celana dalam saja kulihat adikku tegang, sesekali dia melirik ke arah selangkanganku dimana kontolku sudah dalam keadaan siaga satu. Kini giliranku menanggalkan daster yang ia kenakan. Begitu aku buka, aku terbeliak dibuatnya karena ternyata tubuh adikku begitu bohai (body aduhai). Dia lalu berusaha menutupi selangkangannya. Lalu dengan sengaja kucolek payudaranya hingga adikku melotot dan menutupinya. Kemudian aku pun balik mencolek memeknya, hehehe..
"Idihh, Aa nggak jadi ah mandinya, malu", rajuknya.
Adikku lalu mengambil handuk dan melilitkan handuk tersebut kemudian melangkah keluar kamar mandi, tetapi karena aku tidak mau kesempatan emas ini kabur maka aku pegang tangannya dan terus aku peluk sambil kukecup bibirnya, karena ternyata adikku sangat merasa nyaman bila bibirnya aku cium.
Aku lalu menarik handuknya hingga terlepas dan jatuh ke lantai, dan aku pepet tubuhnya ke arah bak air lalu gayung kuambil dan langsung kusiramkan ke tubuh kami berdua. Merasakan tubuhnya telah basah oleh siraman air, adikku berusaha untuk melepaskan ciuman dan desakan yang aku lakukan, tapi usahanya sia-sia karena aku semakin bernafsu menyirami tubuh kami sambil kontolku aku tekan-tekan ke arah selangkangannya.
Setelah tubuh kami benar-benar basah, aku bagai kemasukan setan. Selain menyedot bibirnya dengan ganas aku pun langsung mencoba untuk melepaskan celananya. Setelah celana dalamnya terlepas dari sarangnya hingga ke tepi lutut, aku pun menariknya ke bawah dengan kakiku hingga benar-benar terlepas. Sadar bahwa aku akan berbuat nekat, Ratih semakin berusaha untuk melepaskan tubuhnya. Sebelum usahanya membuahkan hasil aku melepas pagutannya.
"Aa, stop please" rengeknya sambil menangis.
"Ratih, tolong Aa dong. Ratih tadi subuh kan udah ngalami orgasme, Aa belum.." pintaku.
Dan tanpa menunggu waktu lagi di saat tenaganya melemah, aku kangkangkan pahanya sambil kukecup bibirnya kembali sehingga dia tidak bisa menolaknya. Di saat itu aku meraih burungku dari CD-ku dan mencoba mencari sarang yang sudah lama ini ingin kurasakan.
Dalam sekejap kontolku sudah berada tepat di celah pintu heunceut adikku, dan siap untuk segera menjebol keperawanannya. Merasa telah tepat sasaran maka aku pun menghentakkan pinggulku. Dan aku seperti benar-benar merasakan sesuatu yang baru dan nikmat melanda seluruh organ tubuhku dan kudengar adikku meringis kesakitan tapi tidak berusaha untuk menjerit. Melihat hal itu aku mencoba untuk mengontrol diriku dan mencoba menenangkan perasaan yang membuatku semakin tak karuan, karena aku merasa diriku dalam keadaan kacau tetapi nikmat hingga sulit untuk diuraikan dengan kata-kata.
Aku mencoba hanya membenamkan penisku untuk beberapa saat, karena aku tak kuasa melihat penderitaan yang adikku rasakan. Kini pandangan aku alihkan pada kedua payudara adikku yang masih diselimuti BH-nya. Aku mencoba untuk melepaskannya tapi mendapat kesulitan karena belum pernah sekalipun aku membukanya hingga aku hanya bisa menarik BH yang menutupi payudara adikku dengan menariknya ke atas dan tiba-tiba dua bongkah surabi daging yang kenyal menyembul setelah BH itu aku tarik.
Melihat keindahan payudara adikku yang mengkal dan putingnya yang bersemu coklat kemerahan, aku pun tak kuasa untuk segera menjilat dan menyedotnya senikmat mungkin.
"Aa, ahh, sakit" rintih adikku.
Seiring dengan kumainkannya kedua buah payudara adikku silih berganti maka kini aku pun mencoba untuk menggerakkan pinggulku maju mundur, walau aku juga merasakan perih karena begitu sempitnya lubang heunceut adikku ini. Badan kami kini bergumul satu sama lain dan kini adikku pun mulai menikmati apa yang aku lakukan. Itu dapat aku lihat karena kini adikku tidak lagi meringis tetapi dia hanya mengeluarkan suara mendesah.
"Eenngghh, acchh, enngg, aacchh"
"Gimana, enakk?" aku mencoba memastikan perasaan adikku.
Dia tidak menjawab bahkan kini justru tangannya meraih kepalaku dan memapahnya kembali mencium mulutnya. Karena aku tidak ingin egois maka aku pun menuruti kehendaknya. Aku kulum bibirnya dan lidah kami pun ikut berpelukan menikmati sensasi yang tiada tara ini. Tanganku kugunakan untuk meremas payudaranya. Gila, kenikmatan ini sungguh luar biasa, kini aku pun mencoba untuk menirukan gaya-gaya di film BF yang pernah kulihat. Adikku kuminta menungging dan tangannya memegang bak mandi.
Aku berbalik arah dan mencoba untuk segera memasukan kembali kontolku ke dalam memeknya, belum sempat niat ini terlaksana aku segera mengurungkan niatku, karena kini aku dapat melihat dengan jelas bahwa heunceut adikku merekah merah dan sangat indah. Karena gemas aku pun lalu berjongkok dan mencoba mengamati bentuk heunceut adikku ini hingga aku melongo dibuatnya.
Mengetahui aku sampai melongo karena melihat keindahan heunceutnya, adikku berlagak sedikit genit, dia goyangkan pantatnya bak penyanyi dangdut sambil terkikik cengengesan. Merasa dikerjai oleh adikku dan juga karena malu, untuk mebalasnya aku langsung saja membenamkan wajahku dan kuciumi heunceut adikku ini, hingga kembali dia hanya bisa mendesah..
"Ahh, Aa mau ngapain.., ochh, enngghh" desahnya sambil mengambil nafas panjang.
Mmhh, ssrruupp, cupp, ceepp, suara mulutku menyedot dan menjilati heunceut adikku ini, dan aku perhatikan ada bagian dari heunceut adikku ini yang aneh, mirip kacang mungkin ini yang namanya itil, maka aku pun mencoba untuk memainkan lidahku di sekitar benda tersebut.
"Acchh, Aa, nnggeehh, iihh, uuhh, gelii", erangnya saat aku memainkan itilnya tersebut.
Karena mendengar erangannya yang menggoda aku pun tak kuasa menahannya dan segera bangkit untuk memeluk adikku dan memasukannya kembali dengan cepat kontolku agar bersemayam pada heunceut adikku ini. Baru beberapa kocokan kontolku di memeknya, adikku seakan blingsatan menikmati kenikmatan ini hingga dia pun meracau tak karuan lalu..
"Aa, Ratihh, eenngghh, aahh.."
Rupanya adikku baru saja mengalami orgasme yang hebat karena aku rasakan di dalam memeknya seperti banjir bandang karena ada semburan lava hangat yang datang secara tiba-tiba. Kini aku merasakan kenikmatan yang lain karena cairan tersebut bagai pelumas yang mempermudah kocokanku dalam heunceutnya.
Setelah itu adikku kini lunglai tak bertenaga, yang ia rasakan hanya menikmati sisa-sisa dari orgasmenya dan seperti pasrah membiarkan tubuhnya aku entot terus dari belakang. Mengetahui hal itu aku pun kini mengerayangi setiap lekuk tubuh adikku sambil terus mengentotnya, mulai dari mencium rambutnya, menggarap payudaranya sampai-sampai aku seperti merasakan ada yang lain dari tubuhku, ada perasaan seperti kontolku ini ingin pipis tapi tubuh ini terasa sangat-sangat nikmat.
"Aa, udah.. Aa, Ratih udah lemess.." kata adikku.
"Tunggu Sayangg, Aa maauu nyampai nih, oohh"
Kurasakan seluruh tubuhku bagai tersengat listrik dan sesuatu cairan yang cukup kental aku rasakan menyembur dengan cepat mengisi rahim adikku ini. Sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang luar biasa ini aku memegang pantat adikku dan aku hentakkan pinggulku dengan keras membantu kontolku untuk mencapai rongga rahim adikku lebih dalam.
Kami berdua kini hanya bisa bernafas seperti orang yang baru saja berlari-lari mengejar bis kota. Setelah persetubuhan yang terlarang ini kami pun akhirnya mandi, dan setelah itu karena tubuhku lemas maka aku tiduran di sofa sambil menikmati acara televisi dan adikku kulihat kembali melakukan aktifitasnya membereskan rumah meskipun tubuhnya jauh lebih lemas.

Episode Pendekar Cinta

9. Perayaan ulang tahun ketua partai Bu-tong-pay

Keesokan paginya selagi mereka berdua sedang menikmati sarapan pagi di warung penginapan, Lie Kun Liong mendengar namanya di panggil-panggil. Ketika ia menengok ke arah suara panggilan itu, tampak sedang menuruni anak tangga loteng penginapan itu Cin-Cin, Tang Bun An dan ketua partai Thay-san-pay – Master The Kok Liang.
Dengan girang Lie Kun Liong berdiri dan menyambut kedatangan mereka sambil berkata “Cin-moy, Tang-heng rupanya kalian juga sudah turun gunung”. Ia lalu memberi hormat ke Master The-Kok-Liang.
Sambil tertawa gembira Cin-Cin berkata “Ayah mendapat undangan perayaan ulang tahun ke 80 ketua partai Bu-tong – Kiang Ti Tojin, jadi sekalian untuk menambah pengalaman kami ikut pergi sedangkan ibu tetap tinggal di rumah.
“Sebenarnya kami bisa langsung ke Bu-tong tapi Cin-moy merengek-rengek mau melihat-lihat keindahan kota raja dulu” kata Tang Bun An sambil tertawa mengoda.
Sambil memonyongkan mulutnya Cin-Cin berkata “Padahal aku tahu suheng sebenarnya kepingin juga melihat-lihat kota raja”
“Sudahlah kalian berdua ini selalu ribut-ribut, malu di dengar orang” kata Master The-Kok-Liang.

Lie Kun Liong lalu mengenalkan mereka teman seperjalanannya – Bai Mu An. Sambil sarapan pagi bersama, Cin-Cin berkata “Liong-ko bagaimana kalau engkau ikut bersama kami ke Bu-tong, di sana pasti ramai sekali dan banyak tokoh-tokoh silat kenamaan yang datang untuk megucapkan selamat ulang tahun kepada Kiang Ti Tojin”
“Benar Lie-heng, sebaiknya kita pergi bersama-sama untuk menambah pengalaman” sahut Tang Bun An sambil menoleh ke arah suhunya meminta ijin.
Master The-Kok-Liang mengangguk-anguk tanda setuju sambil mengusap jenggotnya. “Benar A Liong, ini kesempatan yang langka, jarang terjadi kita bisa memenuhi undangan dari parai Bu-tong., sekalian ajak hiantit Bai Mu An” kata Master The Kok Liang.
“Terima kasih cianpwe atas ajakannya tapi wanpwe masih ada urusan pribadi di kota raja ini” jawab Bai Mu An dengan hormat.

Lie Kun liong tahu Bai Mu An masih penasaran hendak mencari Liok In Hong sampai ketemu sehingga ia tidak telalu mendesak.
Selesai sarapan Bai Mu An pergi untuk menyelesaikan urusan pribadinya sedangkan mereka bersiap-siap melanjutkan perjalanan ke Bu-tong-pay.

Sepanjang perjalanan Lie Kun Liong menceritakan pengalamannya secara garis besar saja selama beberapa bulan ini termasuk peristiwa semalam.
“Aneh sekali, siapa gerangan angkatan tua yang bisa memerintahkan Maling Sakti untuk melakukan pencurian yang sangat beresiko di istana. Setahu lohu Maling Sakti memiliki ginkang yang tiada taranya dan ilmu silat yang tinggi, termasuk salah satu jago kosen dunia persilatan” kata Master The Kok Liang.
Sepanjang perjalanan ke Bu-tong mereka melihat banyak orang-orang persilatan mulai dari pengemis, ******* dan lain-lain juga menuju ke Bu-tong-san. Rupanya kali ini pihak Bu-tong-pay merayakan ulang tahun ketua partainya besar-besaran.

Sekilas mengenai partai Bu-tong saat itu, dengan ribuan murid yang tersebar di seluruh penjuru, tak pelak lagi Bu-tong-pay merupakan salah satu partai terkuat di dunia persilatan saat ini.
Pimpinan tertinggi Bu-tong-pay selain ketua adalah hu-ciangbujin (wakil ketua) partai yang saat ini dipegang sute Kiang-Ti-Tojin bernama Kiang-Siang-Tojin serta para tianglo (sesepuh perguruan) yang merupakan sute-sute Kiang-Ti-Tojin dan Kiang-Siang-Tojin.

Sedangkan angkatan kedua partai Bu-tong merupakan murid-murid utama pimpinan partai ini yang rata-rata sudah berumur 40-50 tahunan terkecuali murid penutup Kiang-Ti-Tojin yang baru berusia 19 tahunan bernama Tan Sin Liong. Sedangkan angkatan muda partai Bu-tong saat ini yang memiliki kepandaian tertinggi adalah 7 pendekar dari Bu-tong yang merupakan murid-murid angkatan kedua Bu-tong-pay.

Di bawah kedudukan wakil ketua adalah kedudukan pelaksana harian yang mengatur semua kegiatan sehari-hari Bu-tong-pay termasuk kegiatan perayaan ulang tahun ini, dipimpin oleh murid pertama Kiang-Ti-Tojin yang bernama Tiong-Pek-Tojin. Tiong-Pek-Tojin ini baru berusia pertengahan 50 tahunan disebut-sebut sebagai calon ciangbujin (ketua) Bu-tong-pay menggantikan gurunya Kiang-Ti-Tojin. Ilmu silatnya adalah yang paling lihai di angkatan ke dua Bu-tong-pay dan dikabarkan telah mewarisi semua ilmu gurunya sehingga sangat cocok menjadi calon pengganti ciangbujin saat ini dan didukung sebagian besar sute-sutenya serta kalangan muda Bu-tong-pay.

Namun dikalangan angkatan ke dua Bu-tong-pay yang sangat berambisi menjadi calon pengganti ciangbujin adalah murid satu-satunya Kiang-Siang-Tojin yang bernama Tiong-Cin-Tojin berusia dua tahun lebih muda dari Tiong-Pek-Tojin. Dari segi ilmu silat ia masih kalah seurat dari suhengnya Tiong-Pek-Tojin tapi dari segi kecerdikan Tiong-Pek-Tojin kalah jauh dari sutenya ini. Tiong-Pek-Tojin wataknya teguh, dapat dipercaya dan jujur sedangkan Tiong-Cin-Tojin cerdik cenderung licik, supel dan kurang mempunyai wibawa di mata murid-murid Bu-tong-pay.
Lain dengan suhengnya yang menjabat sebagai pelaksana harian, Tiong-Cin-Tojin lebih suka berkelana dan memiliki pergaulan yang luas dengan berbagai kalangan.

Kiang-Siang-Tojin tentu saja lebih menginginkan murid satu-satunya ini yan menjadi calon ciangbujin tapi yang berhak membuat keputusan adalah ketua partai. Menurut kabar angin selain merayakan ulang tahunnya yang ke 80, Kiang-Ti-Tojin juga akan mengumumkan siapa yang menjadi calon penggantinya. Itulah sebabnya mengapa perayaan ulang tahun ini dirayakan besar-besaran.

Sedangkan bagi para undangan, mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk memberi selamat kepada tokoh paling terkemuka juga untuk mengenal lebih dekat calon ciangbujin Bu-tong-pay yang baru.
Setibanya mereka di gunung Bu-tong sudah banyak undangan lain yang hadir. Mereka di sambut oleh murid-murid penerima tamu dan begitu mengetahui yang datang adalah caingbujin Thay-san-pay segera mereka memberitahu pelaksana harian Tiong-Pek-Tojin yang keluar menyambut mereka. Walaupun menurut tingkatan Master The-Kok-Liang sejajar dengan ciangbujin Bu-Tong-Pay tapi Master The-Kok-Liang bersahabat kekal dengan Tiong-Pek-Tojin karena selain berusia hampir sama, juga mereka terjun ke dunia kangouw dan mengangkat pada masa yang sama.

“Apa khabar The-heng, sudah puluhan tahun tidak bertemu ternyata The-heng masih kelihatan muda dan tidak berubah banyak” kata Tiong-Pek-Tojin dengan gembira menyambut kawan lamanya.
“Baik-baik saja Can-heng, engkau juga tidak berubah malah semakin gagah” balas Master The-Kok-Liang gembira. Ia menyebut nama Tiong-Pek-Tojin sebelum ia menjadi Tojin (******* Tao).
“Bagaimana kabar dengan Chen Kouwnio” Tiong-Pek-Tojin menanyakan kabar istri Master The-Kok-Liang.
“Baik-baik saja, Hui-Lan tetap di Thay-San mengurus partai” kata Master The-Kok-Liang. Lalu ia memperkenalkan rombongannya.

Tiong-Pek-Tojin mengajak rombongan Thay-San-Pay ini duduk di bagian tamu kehormatan. Para undangan yang hadir hanya sedikit yang mengenal ketua Thay-san-pay ini karena selain sudah lama tidak berkecimpung di dunia persilatan, letak gunung Thai-san yang jauh serta murid-murid partai Thai-san-pay jarang yang berkelana membuat partai ini sedikit kurang dikenal kalangan persilatan. Tapi begitu mengetahui mereka berasal dari Thai-san-pay dan dipimpin langsung oleh ketuanya yang tersohor, kebanyakan undangan menjulurkan leher mereka untuk melihat lebih jelas rombongan Thay-san-pay. Apalagi rombongan Master The-Kok-Liang terutama Cin-Cin yang cantik jelita sudah menarik minat kalangan muda yang hadir.

Memang Cin-cin memiliki bentuk tubuh dan paras rupa yang sempurna. Ia dihiasi dengan kecantikan, kemanisan, keindahan, kejelitaan, kehalusan, kelemah-lembutan, dan segala sifat-sifat keperibadian yang terpuji di samping bentuk tubuhnya yang mempesona serta memikat hati setiap yang memandangnya. Sedangkan Lie Kun Liong dan Tang Bun An adalah pemuda-pemuda pilihan dan tampan sehingga menarik minat para dara muda yang hadir.
Di bagian tamu kehormatan ternyata sebagian besar sudah terisi, sepanjang jalan sebentar-sebentar Master The-Kok-Liang berhenti menyambut sapaan kenalan-kenalan lamanya.

Ternyata selain ketua Thay-san-pay, juga hadir ketua partai Hoa-San-Pay – Master Yu-Kang, ketua Go-Bi-Pay – Ong-Sun-Tojin, ketua Kun-Lun-Pay – Sie-Han-Cinjin, wakil ketua partai Kay-Pang – Kam Lo-kai, serta sute ketua biara Shao-Lin – Tiang-Lok Hwesio serta ketua partai-partai lainnya.
Boleh di bilang perayaan kali ini termasuk peristiwa langka di dunia persilatan, di mana pimpinan utama 7 partai besar yaitu Shao-Lin, Bu-Tong-Pay, Thay-San-Pay, Hoa-San-Pay, Go-Bi-Pay, Kun-Lun-Pay dan perkumpulan Kay-Pang hadir semua di sini.

Dengan wajah berseri-seri, murid-murid Bu-Tong melayani para tetamu dengan hormat. Mereka tahu para tamu undangan yang datang kali ini merupakan tokoh-tokoh utama dunia kangouw.
Bagi Lie Kun Liong ini merupakan kesempatan yang baik untuk mencari tahu keadaan Bu-Tong-Pay karena seperti yang ia dengar dari pelayan warung makan mengenai kematian kedua orang tuanya sangat erat kaitannya dengan Bu-Tong.
Sedangkan di pihak Bu-Tong-Pay, seluruh pimpinan dan murid-murid utama telah dikerahkan menyambut kedatangan tamu kehormatan diantaranya nampak Tiong-Pek-Tojin, Kiang-Siang-Tojin, Tan Sin Liong, 7 pendekar Bu-Tong, dan lain-lain.

Setelah di rasa waktunya telah tiba, ketua partai Bu-Tong Kiang-Ti-Tojin keluar. Tampak seorang tua dengan rambut telah putih semua memasuki ruangan, wajahnya masih tampak sehat kemerahan, sinar matanya masih bersinar terang menandakan lweekang yang sudah sempurna – Inilah salah satu tokoh paling terkemuka di dunia persilatan. Kiang-Ti-Tojin lalu mengucapkan terima kasih atas kehadiran para tamu undangan dan mempersilakan para tamu untuk mencicipi hidangan yang telah disediakan, lalu ia menghampiri dan menyapa para tamu kehormatan satu per satu untuk mengucapkan terima kasih atas kesediaan mereka datang ke Bu-Tong-Pay.

Setelah melihat para hadirin sudah puas makan minum hidangan yang disediakan, Kiang-Ti-Tojin lalu berdiri dan berkata kepada para tamu undangan “Pinto berterima kasih atas kunjungan para sahabat sekalian. Seperti yang diketahui, sekarang ini pinto sudah berusia 80 tahun dan selama ini kewajiban pinto sebagai ketua diwakili sute Kiang-Siang-Tojin dan murid pinto – Tiong-Pek-Tojin dalam mengurus keseharian partai ini. Saat ini pinto bersama sute Kiang-Siang-Tojin dan para tianglo sepakat untuk menyerahkan tampuk pimpinan ke angkatan yang lebih muda dan lebih bersemangat untuk memajukan partai. Sedangkan pinto bersama sute dan para tianglo hanya akan mengawasi dan memberi pertimbangan-pertimbangan jika diperlukan. Setelah melalui berbagai macam pertimbangan, pinto memutuskan untuk menunjuk murid pertama pinto – Tiong-Pek-Tojin sebagai pejabat ciangbujin untuk mengantikan pinto dan akan dilantik secepatnya”

Terdengar tepukan tangan yang ramai dari murid-murid Bu-Tong-Pay dan para tamu undangan tanda penunjukan Tion-Pek-Tojin sesuai dengan harapan mereka.

Demikianlah pidato Kiang-Ti-Tojin mengakhiri perayaan ulang tahunnya dengan meriah. Para tamu undangan merasa puas dengan pelayanan murid-murid Bu-Tong-Pay dan menyebarkan kabar penting ini ke seluruh penjuru dunia persilatan. Tiong-Pek-Tojin sibuk melayani ucapan selamat yang diterimanya dari para tamu undangan khususnya dari Master The-Kok-Liang yang merasa sangat gembira sahabat lamanya sekarang menjadi ketua partai Bu-Tong sejajar kedudukannya dengan dirinya.

Tiong-Pek-Tojin mendesak Master The-Kok-Liang untuk tinggal selama beberapa hari di Bu-Tong dan di sambut dengan sukarela oleh Master The-Kok-Liang dan rombongan.
Lie Kun Liong, Cin-Cin dan Tang Bun An selama di Bu-Tong-Pay ditemani oleh murid penutup Kiang-Ti-Tojin – Tan Sin Liong. Dengan cepat mereka merasa akrab dan cocok satu sama lain. Mereka diajak Tan Sin Liong bertamasya di gunung Bu-Tong yang sangat terkenal atas keindahannya. Mereka begitu takjub melihat keindahan Bu-Tong-San, tinggi menjulang, biru dari kejauhan dan terkadang tertutupi awan dipuncaknya
Kawasan gunung Bu-Tong tidak hanya menyajikan panorama alam nan sejuk, tetapi juga memiliki air terjun yang indah. Mereka dapat menikmati keindahan alam dan segarnya air terjun dengan beraneka macam kupu-kupu beterbangan di sana sini.

Uniknya lagi, di bagian bawah air terjun ini terdapat sebuah gua. Di dalam gua itu terdapat stalaktit yang cukup indah. Dari dalam gua mereka bisa dapat melihat lembar-lembar air terjun yang jatuh ke bumi bagaikan tirai.
Mereka bertiga merasa puas sekali tinggal di gunung Bu-Tong dan berteman dengan Tan Sin Liong. Wajah Tan Sin Long cukup tampan namun terkesan pendiam alias tidak banyak bicara. Bagi Tan Sin Liong mereka merupakan teman-teman yang baru pertama kali ia temui, walaupun di gunung Bu-Tong ini pemuda-pemudi yang sebaya dengan dirinya cukup banyak namun karena secara kedudukan tingkatannya lebih tinggi, mereka menjadi agak sungkan dan bergaul pun menjadi kurang akrab. Memang di jaman itu, masalah tingkatan masih dianggap sangat penting sehingga walaupun umur mereka sebaya, mereka tetap harus memanggilnya susiok (paman guru).

Selama berada di Bu-Tong, Lie Kun Liong berusaha mencari tahu hubungan Bu-Tong dengan ayahnya. Ia mencoba minta bantuan Master The-Kok-Liang dengan menceritakan semua yang ia dengar mengenai kematian ke dua orangtuanya dari pelayan warung makan, dimana sebelum meninggal ayahnya meninggalkan goresan kata Bu-Tong. Dengan serius Master The-Kok-Liang mendengarkan penuturan Lie Kun Liong. Ia lalu berkata “Ini memang perkara yang aneh, apakah ada murid Bu-Tong-pay yang terlibat dengan kematian ke dua orangtuamu masih belum bisa dipastikan kebenarannya. Begini saja, biar lohu mencari tahu dari Tiong-Pek-Tojin dan sute-sutenya apakah mengenal ayahbundamu. Mungkin dari sini kita bisa mendapatkan sedikit petunjuk”.

Tapi selama beberapa hari tinggal di Bu-Tong, Lie Kun Liong tidak dapat menemukan kabar apa pun mengenai kematian kedua orangtuanya. Master The-Kok-Liang memberitahukan hasil penyelidikannya dengan bertanya kepada Tiong-Pek Tojin dan sute-sutenya bahwa tak seorang pun yang mengenal kedua orangtuanya.
Di malam terakhir mereka di Bu-Tong, Lie Kun Liong tidak dapat tidur, ia kecewa tidak mendapatkan petunjuk apapun. Apakah kematian kedua orangtuanya tidak akan pernah terungkap, sebagai anak ia merasa telah mengecewakan harapan orangtuanya.

Akhirnya untuk menenangkan diri ia berjalan keluar kamar menuju taman tidak jauh dari kamarnya. Ia duduk termenung sambil menatap kilauan bintang-bintang di langit malam, tak ada bulan hanya ada awan yang datang menyelimuti, ia merasakan malam begitu kelam sekelam pikirannya. Tiba-tiba kupingya yang tajam mendengar sayup-sayup suara lirih dari balik tembok taman lalu menghilang. Di picu rasa ingin tahu, Lie Kun Liong melompat melewati tembok taman dan mencari sumber suara tadi. Agak jauh ke depan dari belakang tembok taman merupakan hutan yang dipenuhi pepohonan, dengan hati-hati ia memasuki hutan itu. Suara tadi mulai ia dengar kembali. Dari balik pepohonan ia melihat dua orang murid Bu-tong sedang melakukan pembicaraan. Lie Kun Liong mengenal kedua orang itu sebagai sute-sute Tiong-Pek-Tojin, entah apa gerangan yang mereka bicarakan di malam yang sudah larut ini. Pria pertengahan yang wajahnya terlihat jelas ia kenal bernama Tiong-Jin-Tojin sedangkan pria yang satunya lagi bernama Tiong-Kok-Tojin, keduanya adalah suheng-suheng Tan Sin Liong.

Ia memasang telinga baik-baik, karena jarak persembunyiannya cukup jauh ia hanya mendengar sepotong-sepotong pembicaraan mereka. Tapi yang membuat hatinya melonjak adalah ketika ia mendengar kata “Pemuda itu…..Lie Kun Liong….anak mereka….. Lie Hong Kiat”
Akhirnya ia mendapat petunjuk terang mengenai sebab kematian kedua orangtuanya, mata Lie Kun Liong mulai meletupkan sinar berapi-api.

Sudah jelas ada murid Bu-Tong-Pay terlibat dalam pembunuhan kedua orang tuanya. Jangan-jangan kedua orang ini turut terlibat dalam pengeroyokan dua belas tahun yang lalu.
Lie Kun Liong menunggu ke dua orang itu pergi sebelum ia keluar dari tempat bersembunyinya, lalu kembali ke kamarnya. Ia tidak mau bertindak sembrono sebelum mengetahui semuanya dengan jelas dan mengungkapkan siapa dalang dari pembunuhan ke dua orangtuanya.

Keesokan paginya ia menemui Tan Sin Liong untuk memancing informasi lebih lanjut mengenai kedua orang itu semalam.
“Tan-heng, aku lihat masa depan Tan-heng ke depan pasti gilang-gemilang dengan terpilihnya suhengmu Tiong-Pek-Tojin sebagai ciangbujin berikutnya, bukan tidak mungkin Tan-heng dagkat sebagai wakil ketua atau pelaksana harian” kata Lie Kun Liong membuka pembicaraan.

Dengan menghela nafas panjang Tan Sin Liong mengeluarkan unek-uneknya dan berkata“Lie-heng sebagai orang luar mungkin tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di tubuh partai kami saat ini. Kelihatannya semua murid-murid Bu-Tong saling rukun tetapi sebenarnya terdapat perselisihan-perselisihan kecil yang kalau dibiarkan bisa membesar”
“Kalau Tan-heng percaya sama aku, persoalan apa yang terjadi di Bu-Tong-Pay saat ini ?”
“Tentu saja aku percaya sama Lie-heng yang sudah aku anggap sebagai teman karib. Persoalan ini mengenai Tiong-Cin suheng beserta murid-murid yang mendukungnya. Sudah bukan rahasia lagi Tiong-Cin suheng memiliki ambisi untuk menjadi ciangbujin Bu-Tong-Pay, dengan ditunjuknya Tiong-Pek suheng sebagai ciangbujin menggantikan suhu, membuat pihak Tiong-Cin suheng kecewa. Sebelumnya sudah berulangkali Tiong-Cin suheng mengkritik Tiong-Pek suheng dalam melaksanakan tugas sehari-hari partai Bu-Tong namun selama ini Tiong-Pek suheng cukup arif tidak melayani provokasi Tiong-Cin suheng. Tapi bila terus diprovokasi bukan tidak mungkin Tiong-Pek suheng terpancing sehingga bisa terjadi bentrokan. Ini yang aku khawatirkan terjadi, Bu-Tong-pay bisa menjadi lemah dari dalam.” kata Tan Sin Liong.

“Kira-kira siapa saja yang berada di pihak Tiong-Cin-Tojin, apakah cukup banyak ?”
“Di angkatan kami hanya Tiong-Jin suheng dan Tiong-Kok suheng yang mendukung Tiong-Cin suheng sedangan suheng-suheng yang lain ada yang mendukung Tiong-Pek suheng, ada juga yang netral. Sedangkan di angkatan yang lebih muda, tentunya murid-murid Bu-Tong mendukung masing-masing suhu mereka” jawab Tan Sin Liong.
“Apakah pihak Tiong-Cin-Tojin yang kecewa bisa mengundang orang luar untuk ikut campur?” tanya Lie Kun Liong.
“Walaupun aku tahu Tiong-Cin suheng memiliki pergaulan yang luas di kalangan kangouw tapi aku harap itu tidak terjadi. Ini bisa dianggap menghianati partai, aku rasa Tiong-Cin suheng tidak akan bertindak sejauh itu” kata Tan Sin Liong dengan mimik serius.