Kamis, 07 Agustus 2014

Pendekar cinta - Jilid 7

7. Pencuri di Istana

Nanking adalah ibu kota kerajaan dan dikenal sebagai pusat ilmu, kebudayaan, kesenian sejak dahulu dan merupakan salah satu kota terpenting di Tiongkok dan menjadi ibu kota sepuluh dinasti atau kerajaan. Juga dikenal sebagai "Ibu kota Surga". Telah menjadi pusat kerajaan dan ekonomi bagi daerah delta sungai Yangtze selama beratus-ratus tahun. Nanking juga adalah penghubung pengangkutan di bagian timur Tiongkok dan kawasan muara sungai Yangtze.
Memasuki gerbang kota Nanking, Lie Kun Liong memandang sekeliling kota dengan terkagum-kagum. Belum pernah ia melihat kota yang seramai ini dan makmur. Di kiri kanan sepanjang jalan terdapat warung makan kecil sampai yang besar dan penginapan-penginapan kelas satu. Tercium wangi masakan dari warung-makan besar membuat perutnnya berontak minta diisi.

Ia mengajak Bai Mu An memasuki salah satu warung makan yang terbesar. Suasana warung makan itu ramai sekali, para pelayan hilir mudik membawa masakan-masakan yang membuat air liur menetes, semua masakan disajikan panas-panas langsung dari dapur. Mereka memesan tumis sayur, burung dara goreng nanking yang terkenal, dua botol arak dan empat mangkok nasi putih yang masih panas mengepul. Dengan lahap mereka menyantap masakan yang dihidangkan dan ludes dalam sekejap.

Di sebelah mereka duduk sekawanan pemuda dengan pakaian yang mewah, kelihatan mereka berasal daridari keluarga terpandang atau anak pejabat pemerintahan. Mereka sedang membicarakan kejadian dua hari yang lalu di warung makan ini.

“Ciu-heng apa benar gadis itu cantik jelita” tanya pemuda berbaju putih kepada kawannya yang bertubuh gendut.
“Benar toako, gadis itu baru tiba ke kota ini dan sedang makan di pojokan meja sebelah sana sendirian sewaktu rombongan tuan muda Pai datang dan mencoba mengoda gadis itu” jawab pemuda bertubuh gendut. Seperti yang toako ketahui, pengawal tuan muda Pai sangat lihai tapi cukup dengan sebatang sumpitnya, gadis itu membuat kedua pengawal Pai kongcu takluk. Kalau tidak percaya coba toako lihat lobang bekas lemparan sumpit gadis itu di dinding sebelah sana. Memang benar di dinding tersebut terdapat dua lobang kecil seukuran sumpit. Dengan meleltkan lidahnya pemuda berbaju putih itu bertanya “Sungguh lihai sekali gadis itu, apa yang terjadi kemudian ?”.

“Dengan sebatang sumpitnya si gadis itu melayani kedua pengawal Pai kongcu dengan seenaknya bahkan kedua telapak tangan pengawal itu berlobang tertembus sumpit yang dilemparkan gadis itu lalu menembus dinding di sana. Tenaga gadis itu hebat sekali” kata pemuda gendut itu.
“Bagaimana potongan gadis itu” tanya pemuda yang lain.
“Wajahnya cantik mempesona bagaikan putri istana, tingginya sedang dan tubuhnya langsing, kulitnya putih dan halus, jari-jari dan alis matanya lentik sekali. Sungguh jarang aku melihat gadis secantik itu” kata pemuda gendut itu kesengsem.

Mendengar pembicaraan para pemuda itu, Bai Mu An berkata pada Lie Kun Liong “Rasanya yang mereka bicarakan adalah kawan yang aku lag cari, ciri-cirinya mirip”
“Siapa nama gadis yang Bai-heng hendak cari” tanya Lie Kun Liong
“Dia bernama Liok In Hong dan julukannya Sian Li Kiam (Dewi Pedang)” jawab Bai Mu An.
“Sian Li Kiam yang terkenal itu, ternyata Bai-heng kenal dengannya” kata Lie Kun Liong. Dengan hati berdebar-debar Lie Kun Liong merasa curigai jangan-jangan Liok Han Ki yang ia kenal merupakan penyaruan dari Liok In Hong si Dewi Pedang.
“Keluarga aku dengan keluarganya punya sedikit hubungan persahabatan tapi aku baru-baru ini saja mengenalnya” kata Bai Mu An dengan wajah luar biasa.

Setelah urusan mengisi perut selesai, mereka lalu mencari penginapan yang bersih untuk membersihkan badan dan memulihkan tenaga.
Di sore harinya mereka berkeliling di sekitar kota raja untuk menyerapi kabar Sian Li Kiam namun bukan berita tentang Liok In Hong yang mereka dengar tapi berita tentang berhasil dimasukinya gudang pusaka istana raja oleh maling yang lihai. Kejadiannya berlangsung tadi malam.

Para wie-su (perwira kerajaan) yang berjaga tiada seorangpun yang menyadari gudang pusaka istana telah kemalingan, baru pada keesokan harinya kejadian yang menghebohkan itu ketahuan. Semua orang tahu bahwa istana raja di jaga sangat ketat, ibaratnya burung pun tidak leluasa untuk terbang di atas istana apalagi manusia. Namun si maling itu berhasil memasuki gudang pusaka dengan melewati penjagaan dari pasukan Gie-lim-kun (pasukan penjaga istana) dan Kim-mie-wie (pasukan pengawal kerajaan bersulam emas).

Namun yang lebih mengherankan si maling tidak mengambil barang-barang berharga seperti pedang pusaka, perhiasan emas dan berlian yang biasa di pakai putri-putri istana. Ia hanya mengambil sebuah lukisan bergambar pemandangan gunung di waktu musim salju. Memang lukisan itu cukup berharga karena merupakan hadiah dari Khan Agung kerajaan Mongolia sebagai tanda persahabatan.

Dengan adanya peristiwa ini penjagaan istana semakin diperketat dan pintu gerbang kota raja juga di jaga ketat. Setiap orang yang hendak keluar kota raja di periksa bawaannya.
“Entah siapa gerangan orang yang berani mati mencuri di istana kerajaan, sedangkan yang dicuri hanya sebuah lukisan” kata Lie Kun Liong.
“Pasti seorang jago kosen kangouw dan memiliki peta keadaan istana yang mampu melakukan pencurian itu” kata Bai Mu An.
“Berarti ia pasti bekerjasama dengan orang dalam untuk mendapatkan gambaran keadaan istana, kapan waktu pergantian penjagaan, siapa yang sedang memimpin penjagaan” kata Lie Kun Liong.
“Kabarnya Tong-leng (pemimpin Gie-lim-kun) – Sun Kai Shek yang berjuluk Kip-hong-kiam (si pedang angin lesus) sedang cuti pulang ke kampung halaman, sedangkan Ciong-cie-hui (pemimpin Kim-mie-wie) – Sim Ok Ciang yang berjuluk Kim-gak-tiau (si rajawali bermata emas) malam itu sedang dipanggil Hong-siang (Kaisar)” kata Bai Mu An. Si pencuri memilih saat yang sangat tepat dalam melakukan aksinya.
“Bagaimana dengan ilmu silat kedua pemimpin itu” tanya Lie Kun Liong.
“Termasuk kelas wahid dalam dunia kangouw. Tong-leng Sun Kai Shek merupakan sute (adik seperguruan) dari ketua Hoa-san-pay saat ini. Ilmu pedangnya Hong-kui-liu-in (angin lesus membuyarkan awan) sangat lihai dan entah sudah berapa banyak korban yang mati di bawah ujung pedangnya. Ia sudah belasan tahun menjadi pemimpin nomor satu di pasukan Gie-lim-kun.

Kalau Ciong-cie-hui Sim Ok Ciang terkenal dengan ilmu silatnya Pek-pian-yu-tui (tendangan seratus gaya) merupakan jago kosen yang sudah malang melintang di dunia kangouw puluhan tahun sebelum menjabat Ciong-cie-hui beberapa tahun yang lalu. Aku rasa tidak gampang bagi si pencuri mengaduk-aduk gudang pusaka istana bila ke dua orang ini sedang bertugas” kata Bai Mu An.
“Menurut perkiraan Bai-heng siapa gerangan pencuri itu” kata Lie Kun Liong.
“Susah diperkirakan, banyak orang kosen di kalangan Liok-lim (kalangan penjahat / rimba hijau). Di samping itu belum tentu pencuri tersebut dari kalangan Liok-lim bisa juga dari kalangan Bu-lim (rimba persilatan)” sahut Bai Mu An.
“Pengetahuan Bai-heng tentang dunia kangouw luas sekali, kalau aku boleh tahu siapa saja jago kosen dari kalangan Liok-lim” tanya Lie Kun Liong.

“Ada Kwi-eng-cu (si bayangan iblis) yang terkenal dengan ilmu ginkangnya, lalu Cap-sah-thian-mo (13 iblis besar) susah dilayani, Bwe-hoa-cat (penjahat bertanda bunga bwe) seorang jai-ho-cat (penjahat pemetik bunga) yang selalu membunuh korban-korbannya setelah selesai diperkosa. Kemudian Jian-jiu-lo-sat (si hantu wanita bertangan seribu) yang terkenal akan kelihaiannya ilmu mencurinya. Mereka-mereka inilah sedang naik daun di kalangan liok-lim.
Untuk angkatan tuanya Lie-heng harus hati-hati bila bertemu dengan Bu-eng-cu (si tanpa bayangan), Pian-mo (setan cambuk), Tok-tang-lang (si belalang berbisa) dan Kim-mo-siankouw (dewi berambut emas) yang terkenal akan kejalangannya terhadap pemuda-pemuda tampan” kata Bai Mu An.

“Bai-heng tahu dimana tempat tinggal Tok-tang-lang” tanya Lie Kun Liong. Ternyata ia masih ingat dengan nama julukan susioknya Tan Kin Hong yaitu si belalang berbisa. Ia ingin menemui susioknya itu dan menyampaikan pesan-pesan gurunya.
“Aku tidak tahu, mereka ini sudah puluhan tahun di dunia kangouw dan sudah jarang berkecimpung di dunia persilatan. Apakah Lie-heng ada persoalan dendam kesumat dengan Tok-tang-lang” tanya Bai Mu An ingin tahu.
“Ya benar” kata Lie Kun Liong singkat. Ia tidak ingin Bai Mu An tahu persoalan intern perguruannya diketahui orang luar.

Hari sudah sore matahari perlahan-lahan mulai terbenam dan tahu-tahu malam telah tiba, mereka kembali ke penginapan untuk beristirahat.

Malam yang sunyi dan kelam. Bulan pucat menggantung di langit beberapa bintang tak bosan berkedip. Cahaya bulan menolong memberikan pemandangan malam yang tidak begitu gelap. Kadang terdengar teriakan panjang dari lorong entah di mana menggemakan gaung malam. Tersentak sadar dalam samadhi oleh suara lirih pejalan malam di atas genteng kamarnya, Lie Kun Liong merasa heran akan kelihaian orang tersebut. Bila ia tidak dalam keadaan sedang melatih lweekang pasti ia tidak akan mendengar sama sekali.

Jelas seorang jago kosen sedang berkeliaran di luar sana. Dengan hati-hati ia melompat keluar ke atas genteng penginapan dan mengikuti bayangan orang yang masih nampak di kejauhan sebelum menghilang di balik bangunan.
Dengan mengembangkan ilmu teng-peng-touw-sui (menginjak rumput mnyebrang sungai) ia dengan sebat mengikuti bayangan itu dengan penuh perhatian. Rupanya bayangan itu menuju ke pintu keluar gerbang kota, dengan ilmu pek-houw-yu-ciang (cecak merayap di tembok) bayangan itu menaiki tembok dan dengan cepat keluar dari kota raja. Tak seorangpun prajurit di sekitar tembok itu menyadari ada orang yang keluar dari kota raja dengan diam-diam.
Dengan ketat Lie Kun Liong mengikuti bayangan itu, syukur baginya malam sedang gelap-gelapnya hingga ia tidak konangan oleh orang itu. Sekeluarnya dari kota raja, bayangan itu mengembangkan ginkangnya seluas-luasnya. Dengan susah payah Lie Kun Liong mengikuti orang itu, ia sangat kagum akan ilmu mengentengkan tubuh bayangan itu, hanya dengan mengerahkan seluruh kemampuannya baru ia dapat mengimbangi lari orang itu.

Setelah berlari selama seperminuman teh, mereka tiba di sebuah bangunan. Ternyata bangunan itu adalah sebuah kelenteng yang sudah rusak dan tak berpenghuni. Bayangan itu memasuki kelenteng dan menghilang ke dalam. Lie Kun Liong ragu-ragu untuk mengikutinya, ia khawatir di dalam kelenteng sudah ada orang yang menunggu si bayangan itu dan melihat ada orang yang mengikuti bayangan itu.

Sekonyong-konyong ia mendengar suara jeritan berkumandang dari dalam kelenteng itu. Dengan mengambil resiko ketahuan Lie Kun Liong melayang ke atas atap kelenteng dan mengintip ke dalam ruangan di mana bayangan tadi masuk. Ruangan itu gelap sekali tiada sinar lilin, hanya dengan mengandalkan sinar rembulan ang menerobos jendela yang terbuka dan mata yang tajam Lie Kun Liong meneliti sekitar ruangan itu. Di sudut ruangan, bayangan yang ia kejar tadi terbaring telungkup.

Gelagatnya teriakan tadi berasal darinya, ada orang yang membokong dan melukainya. Lie Kun Liong dengan sabar menanti sambil berharap orang yang membokong bayangan itu segera menampakkan diri. Tapi tungu punya tunggu tidak tampak sesosok bayanganpun yang keluar dari kelenteng sehingga dengan hati-hati ia melayang turun ke dalam ruangan dan mendekati orang yang terbaring telungkup itu.

Sebatang pisau menancap di balik punggungnya menembus ke bagian dada, darah segar mengalir di sekitar tubuhnya. Sambil membalik tubuh orang itu, Lie Kun Liong memeriksa nadi orang tua – nadinya masih berdenyut lemah sekali, ia belum mati. Lie Kun Liong menyalurkan tenaga dalam ke badan orang itu. Tidak berapa lama orang itu sadar sambil meringis kesakitan. Lie Kun Liong sadar orang itu tidak dapat diselamatkan lagi, lukanya sudah terlalu parah. Ia hanya berusaha menyadarkan orang itu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Dengan mata sayu orang itu menatap Lie Kun Liong dan berkata “Sii..apa anda” tanyanya dengan bersusah payah.
“Aku kebetulan lewat dan mendengar suara jeritan di dalam kelenteng” kata Lie Kun Liong.
“Paman siapa dan mengapa sampai terluka begini”
Dengan kecut orang itu meringgis kesakitan dan berkata “Aku berjuluk Maling Sakti dan orang yang memasuki gudang pusaka istana kemarin malam. Orang yang melukai aku adalah orang yang memberi tugas untk mencuri lukisan pemandangan. Ini tidak pernah aku sangka sama sekali ia begitu tega berusaha membunuh aku untuk menutup mulut”.

Dengan tersenggal-senggal ia merogoh baju dan mengeluarkan sebuah kalung giok berwarna hijau dan menyodorkannya ke tangan Lie Kun Liong sambil berkata dengan susah payah “Ca..ari Siau Erl di rumah pelesiran “Bunga Merah” di kota raja dan berikan kalung ini untuk tukar dengan lukisan yang asli. Lukisan yang aku bawa tadi palsu” Mengingat ia berhasil menipu orang yang telah menyuruhnya mencuri lukisan, terbayang rasa puas di wajahnya. Sesudah mengatakan kalimat itu, orang itu mati dengan mata terbelalak seolah-olah tidak rela meninggalkan dunia ini.
Dengan menghela nafas gegetun Lie Kun Long menyimpan kalung giok yang kelihatan sangat mahal itu ke dalam saku bajunya, ternyata dunia kangouw ini kejam dan penuh dengan tipu muslihat.

Next : Pendekar cinta - Jilid 8

0 komentar:

Dí lo que piensas...