7. Pencuri di Istana
Nanking adalah ibu kota kerajaan dan dikenal sebagai pusat ilmu,
kebudayaan, kesenian sejak dahulu dan merupakan salah satu kota
terpenting di Tiongkok dan menjadi ibu kota sepuluh dinasti atau
kerajaan. Juga dikenal sebagai "Ibu kota Surga". Telah menjadi pusat
kerajaan dan ekonomi bagi daerah delta sungai Yangtze selama
beratus-ratus tahun. Nanking juga adalah penghubung pengangkutan di
bagian timur Tiongkok dan kawasan muara sungai Yangtze.
Memasuki gerbang kota Nanking, Lie Kun Liong memandang sekeliling kota
dengan terkagum-kagum. Belum pernah ia melihat kota yang seramai ini dan
makmur. Di kiri kanan sepanjang jalan terdapat warung makan kecil
sampai yang besar dan penginapan-penginapan kelas satu. Tercium wangi
masakan dari warung-makan besar membuat perutnnya berontak minta diisi.
Ia mengajak Bai Mu An memasuki salah satu warung makan yang terbesar.
Suasana warung makan itu ramai sekali, para pelayan hilir mudik membawa
masakan-masakan yang membuat air liur menetes, semua masakan disajikan
panas-panas langsung dari dapur. Mereka memesan tumis sayur, burung dara
goreng nanking yang terkenal, dua botol arak dan empat mangkok nasi
putih yang masih panas mengepul. Dengan lahap mereka menyantap masakan
yang dihidangkan dan ludes dalam sekejap.
Di sebelah mereka duduk sekawanan pemuda dengan pakaian yang mewah,
kelihatan mereka berasal daridari keluarga terpandang atau anak pejabat
pemerintahan. Mereka sedang membicarakan kejadian dua hari yang lalu di
warung makan ini.
“Ciu-heng apa benar gadis itu cantik jelita” tanya pemuda berbaju putih kepada kawannya yang bertubuh gendut.
“Benar toako, gadis itu baru tiba ke kota ini dan sedang makan di
pojokan meja sebelah sana sendirian sewaktu rombongan tuan muda Pai
datang dan mencoba mengoda gadis itu” jawab pemuda bertubuh gendut.
Seperti yang toako ketahui, pengawal tuan muda Pai sangat lihai tapi
cukup dengan sebatang sumpitnya, gadis itu membuat kedua pengawal Pai
kongcu takluk. Kalau tidak percaya coba toako lihat lobang bekas
lemparan sumpit gadis itu di dinding sebelah sana. Memang benar di
dinding tersebut terdapat dua lobang kecil seukuran sumpit. Dengan
meleltkan lidahnya pemuda berbaju putih itu bertanya “Sungguh lihai
sekali gadis itu, apa yang terjadi kemudian ?”.
“Dengan sebatang sumpitnya si gadis itu melayani kedua pengawal Pai
kongcu dengan seenaknya bahkan kedua telapak tangan pengawal itu
berlobang tertembus sumpit yang dilemparkan gadis itu lalu menembus
dinding di sana. Tenaga gadis itu hebat sekali” kata pemuda gendut itu.
“Bagaimana potongan gadis itu” tanya pemuda yang lain.
“Wajahnya cantik mempesona bagaikan putri istana, tingginya sedang dan
tubuhnya langsing, kulitnya putih dan halus, jari-jari dan alis matanya
lentik sekali. Sungguh jarang aku melihat gadis secantik itu” kata
pemuda gendut itu kesengsem.
Mendengar pembicaraan para pemuda itu, Bai Mu An berkata pada Lie Kun
Liong “Rasanya yang mereka bicarakan adalah kawan yang aku lag cari,
ciri-cirinya mirip”
“Siapa nama gadis yang Bai-heng hendak cari” tanya Lie Kun Liong
“Dia bernama Liok In Hong dan julukannya Sian Li Kiam (Dewi Pedang)” jawab Bai Mu An.
“Sian Li Kiam yang terkenal itu, ternyata Bai-heng kenal dengannya” kata
Lie Kun Liong. Dengan hati berdebar-debar Lie Kun Liong merasa curigai
jangan-jangan Liok Han Ki yang ia kenal merupakan penyaruan dari Liok In
Hong si Dewi Pedang.
“Keluarga aku dengan keluarganya punya sedikit hubungan persahabatan
tapi aku baru-baru ini saja mengenalnya” kata Bai Mu An dengan wajah
luar biasa.
Setelah urusan mengisi perut selesai, mereka lalu mencari penginapan yang bersih untuk membersihkan badan dan memulihkan tenaga.
Di sore harinya mereka berkeliling di sekitar kota raja untuk menyerapi
kabar Sian Li Kiam namun bukan berita tentang Liok In Hong yang mereka
dengar tapi berita tentang berhasil dimasukinya gudang pusaka istana
raja oleh maling yang lihai. Kejadiannya berlangsung tadi malam.
Para wie-su (perwira kerajaan) yang berjaga tiada seorangpun yang
menyadari gudang pusaka istana telah kemalingan, baru pada keesokan
harinya kejadian yang menghebohkan itu ketahuan. Semua orang tahu bahwa
istana raja di jaga sangat ketat, ibaratnya burung pun tidak leluasa
untuk terbang di atas istana apalagi manusia. Namun si maling itu
berhasil memasuki gudang pusaka dengan melewati penjagaan dari pasukan
Gie-lim-kun (pasukan penjaga istana) dan Kim-mie-wie (pasukan pengawal
kerajaan bersulam emas).
Namun yang lebih mengherankan si maling tidak mengambil barang-barang
berharga seperti pedang pusaka, perhiasan emas dan berlian yang biasa di
pakai putri-putri istana. Ia hanya mengambil sebuah lukisan bergambar
pemandangan gunung di waktu musim salju. Memang lukisan itu cukup
berharga karena merupakan hadiah dari Khan Agung kerajaan Mongolia
sebagai tanda persahabatan.
Dengan adanya peristiwa ini penjagaan istana semakin diperketat dan
pintu gerbang kota raja juga di jaga ketat. Setiap orang yang hendak
keluar kota raja di periksa bawaannya.
“Entah siapa gerangan orang yang berani mati mencuri di istana kerajaan,
sedangkan yang dicuri hanya sebuah lukisan” kata Lie Kun Liong.
“Pasti seorang jago kosen kangouw dan memiliki peta keadaan istana yang mampu melakukan pencurian itu” kata Bai Mu An.
“Berarti ia pasti bekerjasama dengan orang dalam untuk mendapatkan
gambaran keadaan istana, kapan waktu pergantian penjagaan, siapa yang
sedang memimpin penjagaan” kata Lie Kun Liong.
“Kabarnya Tong-leng (pemimpin Gie-lim-kun) – Sun Kai Shek yang berjuluk
Kip-hong-kiam (si pedang angin lesus) sedang cuti pulang ke kampung
halaman, sedangkan Ciong-cie-hui (pemimpin Kim-mie-wie) – Sim Ok Ciang
yang berjuluk Kim-gak-tiau (si rajawali bermata emas) malam itu sedang
dipanggil Hong-siang (Kaisar)” kata Bai Mu An. Si pencuri memilih saat
yang sangat tepat dalam melakukan aksinya.
“Bagaimana dengan ilmu silat kedua pemimpin itu” tanya Lie Kun Liong.
“Termasuk kelas wahid dalam dunia kangouw. Tong-leng Sun Kai Shek
merupakan sute (adik seperguruan) dari ketua Hoa-san-pay saat ini. Ilmu
pedangnya Hong-kui-liu-in (angin lesus membuyarkan awan) sangat lihai
dan entah sudah berapa banyak korban yang mati di bawah ujung pedangnya.
Ia sudah belasan tahun menjadi pemimpin nomor satu di pasukan
Gie-lim-kun.
Kalau Ciong-cie-hui Sim Ok Ciang terkenal dengan ilmu silatnya
Pek-pian-yu-tui (tendangan seratus gaya) merupakan jago kosen yang sudah
malang melintang di dunia kangouw puluhan tahun sebelum menjabat
Ciong-cie-hui beberapa tahun yang lalu. Aku rasa tidak gampang bagi si
pencuri mengaduk-aduk gudang pusaka istana bila ke dua orang ini sedang
bertugas” kata Bai Mu An.
“Menurut perkiraan Bai-heng siapa gerangan pencuri itu” kata Lie Kun Liong.
“Susah diperkirakan, banyak orang kosen di kalangan Liok-lim (kalangan
penjahat / rimba hijau). Di samping itu belum tentu pencuri tersebut
dari kalangan Liok-lim bisa juga dari kalangan Bu-lim (rimba
persilatan)” sahut Bai Mu An.
“Pengetahuan Bai-heng tentang dunia kangouw luas sekali, kalau aku boleh
tahu siapa saja jago kosen dari kalangan Liok-lim” tanya Lie Kun Liong.
“Ada Kwi-eng-cu (si bayangan iblis) yang terkenal dengan ilmu
ginkangnya, lalu Cap-sah-thian-mo (13 iblis besar) susah dilayani,
Bwe-hoa-cat (penjahat bertanda bunga bwe) seorang jai-ho-cat (penjahat
pemetik bunga) yang selalu membunuh korban-korbannya setelah selesai
diperkosa. Kemudian Jian-jiu-lo-sat (si hantu wanita bertangan seribu)
yang terkenal akan kelihaiannya ilmu mencurinya. Mereka-mereka inilah
sedang naik daun di kalangan liok-lim.
Untuk angkatan tuanya Lie-heng harus hati-hati bila bertemu dengan
Bu-eng-cu (si tanpa bayangan), Pian-mo (setan cambuk), Tok-tang-lang (si
belalang berbisa) dan Kim-mo-siankouw (dewi berambut emas) yang
terkenal akan kejalangannya terhadap pemuda-pemuda tampan” kata Bai Mu
An.
“Bai-heng tahu dimana tempat tinggal Tok-tang-lang” tanya Lie Kun Liong.
Ternyata ia masih ingat dengan nama julukan susioknya Tan Kin Hong
yaitu si belalang berbisa. Ia ingin menemui susioknya itu dan
menyampaikan pesan-pesan gurunya.
“Aku tidak tahu, mereka ini sudah puluhan tahun di dunia kangouw dan
sudah jarang berkecimpung di dunia persilatan. Apakah Lie-heng ada
persoalan dendam kesumat dengan Tok-tang-lang” tanya Bai Mu An ingin
tahu.
“Ya benar” kata Lie Kun Liong singkat. Ia tidak ingin Bai Mu An tahu persoalan intern perguruannya diketahui orang luar.
Hari sudah sore matahari perlahan-lahan mulai terbenam dan tahu-tahu
malam telah tiba, mereka kembali ke penginapan untuk beristirahat.
Malam yang sunyi dan kelam. Bulan pucat menggantung di langit beberapa
bintang tak bosan berkedip. Cahaya bulan menolong memberikan pemandangan
malam yang tidak begitu gelap. Kadang terdengar teriakan panjang dari
lorong entah di mana menggemakan gaung malam. Tersentak sadar dalam
samadhi oleh suara lirih pejalan malam di atas genteng kamarnya, Lie Kun
Liong merasa heran akan kelihaian orang tersebut. Bila ia tidak dalam
keadaan sedang melatih lweekang pasti ia tidak akan mendengar sama
sekali.
Jelas seorang jago kosen sedang berkeliaran di luar sana. Dengan
hati-hati ia melompat keluar ke atas genteng penginapan dan mengikuti
bayangan orang yang masih nampak di kejauhan sebelum menghilang di balik
bangunan.
Dengan mengembangkan ilmu teng-peng-touw-sui (menginjak rumput mnyebrang
sungai) ia dengan sebat mengikuti bayangan itu dengan penuh perhatian.
Rupanya bayangan itu menuju ke pintu keluar gerbang kota, dengan ilmu
pek-houw-yu-ciang (cecak merayap di tembok) bayangan itu menaiki tembok
dan dengan cepat keluar dari kota raja. Tak seorangpun prajurit di
sekitar tembok itu menyadari ada orang yang keluar dari kota raja dengan
diam-diam.
Dengan ketat Lie Kun Liong mengikuti bayangan itu, syukur baginya malam
sedang gelap-gelapnya hingga ia tidak konangan oleh orang itu.
Sekeluarnya dari kota raja, bayangan itu mengembangkan ginkangnya
seluas-luasnya. Dengan susah payah Lie Kun Liong mengikuti orang itu, ia
sangat kagum akan ilmu mengentengkan tubuh bayangan itu, hanya dengan
mengerahkan seluruh kemampuannya baru ia dapat mengimbangi lari orang
itu.
Setelah berlari selama seperminuman teh, mereka tiba di sebuah bangunan.
Ternyata bangunan itu adalah sebuah kelenteng yang sudah rusak dan tak
berpenghuni. Bayangan itu memasuki kelenteng dan menghilang ke dalam.
Lie Kun Liong ragu-ragu untuk mengikutinya, ia khawatir di dalam
kelenteng sudah ada orang yang menunggu si bayangan itu dan melihat ada
orang yang mengikuti bayangan itu.
Sekonyong-konyong ia mendengar suara jeritan berkumandang dari dalam
kelenteng itu. Dengan mengambil resiko ketahuan Lie Kun Liong melayang
ke atas atap kelenteng dan mengintip ke dalam ruangan di mana bayangan
tadi masuk. Ruangan itu gelap sekali tiada sinar lilin, hanya dengan
mengandalkan sinar rembulan ang menerobos jendela yang terbuka dan mata
yang tajam Lie Kun Liong meneliti sekitar ruangan itu. Di sudut ruangan,
bayangan yang ia kejar tadi terbaring telungkup.
Gelagatnya teriakan tadi berasal darinya, ada orang yang membokong dan
melukainya. Lie Kun Liong dengan sabar menanti sambil berharap orang
yang membokong bayangan itu segera menampakkan diri. Tapi tungu punya
tunggu tidak tampak sesosok bayanganpun yang keluar dari kelenteng
sehingga dengan hati-hati ia melayang turun ke dalam ruangan dan
mendekati orang yang terbaring telungkup itu.
Sebatang pisau menancap di balik punggungnya menembus ke bagian dada,
darah segar mengalir di sekitar tubuhnya. Sambil membalik tubuh orang
itu, Lie Kun Liong memeriksa nadi orang tua – nadinya masih berdenyut
lemah sekali, ia belum mati. Lie Kun Liong menyalurkan tenaga dalam ke
badan orang itu. Tidak berapa lama orang itu sadar sambil meringis
kesakitan. Lie Kun Liong sadar orang itu tidak dapat diselamatkan lagi,
lukanya sudah terlalu parah. Ia hanya berusaha menyadarkan orang itu
untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Dengan mata sayu orang itu menatap Lie Kun Liong dan berkata “Sii..apa anda” tanyanya dengan bersusah payah.
“Aku kebetulan lewat dan mendengar suara jeritan di dalam kelenteng” kata Lie Kun Liong.
“Paman siapa dan mengapa sampai terluka begini”
Dengan kecut orang itu meringgis kesakitan dan berkata “Aku berjuluk
Maling Sakti dan orang yang memasuki gudang pusaka istana kemarin malam.
Orang yang melukai aku adalah orang yang memberi tugas untk mencuri
lukisan pemandangan. Ini tidak pernah aku sangka sama sekali ia begitu
tega berusaha membunuh aku untuk menutup mulut”.
Dengan tersenggal-senggal ia merogoh baju dan mengeluarkan sebuah kalung
giok berwarna hijau dan menyodorkannya ke tangan Lie Kun Liong sambil
berkata dengan susah payah “Ca..ari Siau Erl di rumah pelesiran “Bunga
Merah” di kota raja dan berikan kalung ini untuk tukar dengan lukisan
yang asli. Lukisan yang aku bawa tadi palsu” Mengingat ia berhasil
menipu orang yang telah menyuruhnya mencuri lukisan, terbayang rasa puas
di wajahnya. Sesudah mengatakan kalimat itu, orang itu mati dengan mata
terbelalak seolah-olah tidak rela meninggalkan dunia ini.
Dengan menghela nafas gegetun Lie Kun Long menyimpan kalung giok yang
kelihatan sangat mahal itu ke dalam saku bajunya, ternyata dunia kangouw
ini kejam dan penuh dengan tipu muslihat.
Next : Pendekar cinta - Jilid 8
Kamis, 07 Agustus 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Dí lo que piensas...