Kamis, 07 Agustus 2014

Pendekar Cinta - Jilid 1

Jilid 1. Puncak Gunung Thai-San

Pemandangan gunung Thai San di musim semi sangat indah, dimana-mana akan tercium harum bunga dan rerumputan dalam tiupan angin sepoi-sepoi. Juga tidak ketinggalan gemericik air terjun dan sejuknya belaian angin gunung.

Di lereng-lereng gunung dan jurang bermekaran bunga-bunga liar seolah menyambut kedatangan tamu dari jauh. Bunga-bunga di Gunung Thai San kebanyakan tumbuh tebing-tebing terjal, maka hanya dapat dipandang dari jauh. Hanya mereka yang memiliki ginkang yang tinggi dapat memetik dan merasakan harum semerbaknya bunga gunung Thai San.

Setiap musim semi, gunung-gunung di sini menjadi lautan bunga persik, ada yang warna putih, ada pula yang merah. Lembah-lembah di sini penuh ditumbuhi pohon persik. Setiap musim semi, dilihat dari jauh, bunga-bunga persik warna merah jambu menghias seluruh pemandangan."

Udara cerah dan jarang kabut membuat pelancong jarang melewatkan kesempatan untuk melihat matahari terbit dari lautan awan di puncak gunung.

Di gunung Thai San ini terdapat lebih 300 puncak, 260 sungai. Dan untuk mencapai puncak-puncak gunung itu tidaklah mudah, hanya ahli silat kelas satu yang dapat mendaki puncak gunung Thai San. Para pemburu umumnya hanya berburu sampai di sekitar kaki gunung, jarang yang mampu sampai ke puncak gunung.

Pagi hari, awan dan kabut tipis membubung perlahan-lahan menyelimuti seluruh Gunung Thai San. Dilihat dari bawah gunung, puncak gunung tampak samar-samar, kadang-kadang tertutup oleh awan, dan dilihat dari puncak gunung, tampak lautan awan. Kadang-kadang di atas gunung kabut tebal menutup pemandangan, sedang di bawah gunung hujan rintik-rintik; setelah kabut buyar, terhampar di depan mata pemandangan yang indah menawan.

Jauh di atas puncak tertinggi gunung Thai San terdengar sayup-sayup suara beradu denting logam. Ternyata suara itu berasal dari dua pasang pedang yang berkilauan di timpa sinar matahari pagi.

Terlihat seorang pemuda tujuh belasan tahun dengan tubuh yang kekar dan kuat sedang berlatih sejenis ilmu pedang sedang menyerang dengan sepenuh hati lawan tandingnya – seorang tua berkisar 75 tahunan dengan rambut dan jenggot yang sudah putih semua – melayani serangan si pemuda dengan sungguh hati. Yang mengherankan untuk orang setua itu masih memiliki daya tahan yang kuat untuk menahan dan membalas serangan pedang si pemuda dengan ilmu pedang yang sama.

Teknik pedang yang dipergunakan jelas merupakan salah satu ilmu pedang terhebat. Gerakan ilmu pedang tersebut seolah-olah awan-awan yang menutupi matahari. Sepintas ilmu pedang ini terlihat sangat dasar dan biasa-biasa saja. Namun bagi mereka yang pernah merasakan langsung gerakan ilmu pedang ini terasa timbul medan energi pelindung yang dapat menahan semua serangan lawan dan bahkan dapat menjadi serangan senjata makan tuan bagi siapa saja yang berada dalam lingkupan cahaya pedang.

Si pemuda memiliki kecepatan yang mengagumkan sedangkan si orang tua memiliki pertahanan yang sangat kokoh bak gunung Thai San yang tak tergoyahkan.

Makin lama gerakan pedang yang mereka mainkan semakin lambat, namun hawa chi yang dipergunakan semakin besar. Kelihatannya jurus-jurus terakhir dari ilmu pedang itu akan segera dilontarkan terbukti terkumpulnya hawa chi di ujung pedang mereka sehingga gerakan pedang terlihat melambat. Dapat dipastikan gabungan jurus-jurus pedang dengan chi dari tubuh mereka masing-masing menghasilkan perpaduan jurus pedang sakti yang tak terkalahkan.

Tiba-tiba mereka saling melontarkan pedang dan mundur menjauh dengan cepat – aneh namun nyata, pedang mereka tetap saling menyerang, ternyata dalam gerakan terakhir ilmu pedang ini, pedang dikendalikan dengan lwekang (tenaga dalam) yang tinggi sehingga pedang dapat mereka kendalikan sesuka hati. Kehebatan jurus pedang yang mereka mainkan sangat mengiriskan hati.
Namun lama kelamaan jelas kelihatan si pemuda mulai keteteran mengendalikan pedangnya dan tertekan oleh pedang si orang tua.
Trak… akhirnya pedang si pemuda patah dalam bentrokan terakhir dan terlempar keluar dari lingkaran pedang.

“Cukup A Liong” kata si orang tua. Engkau sudah mencapai tingkat tertinggi dari ilmu pedang kita, cuma lwekangmu perlu engkau latih lebih mendalam untuk menyakinkan jurus terakhir dari pedang terbang supaya engkau dapat menjalankan semua jurus pedang terbang. Rahasia ilmu pedang perguruan kita ini adalah dengan memadukannya chi (hawa sakti) yang kau miliki dan akan menghasilkan perpaduan yang tak terkalahkan. Lohu perkirakan asal engkau rajin bersemedi melatih lwekangmu, tidak sampai 10 tahun ke depan, lwekang yang kau miliki sudah cukup untuk menguasai ilmu pedang terbang perguruan kita.

“Terima kasih Suhu” kata si pemuda yang bernama Lie Kun Liong sambil berlutut. Budi baik suhu tidak akan pernah murid lupakan. Sambil menghela nafas si orang tua berkata “Lohu tahu engkau sudah tidak sabar lagi mencari musuh besarmu dan membalas dendam kematian ayah bundamu yang sangat misterius”. Dengan bekal kepandaian yang sekarang engkau miliki, lohu boleh berlega hati membiarkanmu turun gunung dan berkecimpung di dunia kang-ouw. Tidak banyak ahli silat kosen yang dapat mengalahkanmu saat ini.

“Petuah Suhu akan selalu teecu patuhi” kata si pemuda. Memang benar teecu sudah tidak sabar lagi mencari tahu siapa sebenarnya pembunuh yang membuat keluarga teecu hancur. Setahu teecu waktu kejadian 12 tahun yang lalu itu, sedikitnya ada 5 orang yang berpakaian hitam dengan berkedok menutupi wajah yang menyerang dan mengeroyok ayah dan ibu. “Lohu tahu” kata si orang tua. Kalau tidak kebetulan lohu lewat di depan rumahmu dan mendengar suara pertempuran, mungkin saat itu engkaupun akan mereka bunuh untuk membabat rumput sampai ke akarnya.
Namun sayang saat itu lohu sedang terluka dalam yang parah sehingga lohu tidak yakin dapat mengalahkan mereka. Lagipula saat lohu tiba kedua orangtuamu baru saja menghembuskan nafasnya di tangan mereka. Yang lohu perhatikan saat itu adalah menyelamatkan dan menyembuyikanmu terlebih dahulu dari tangan kejam mereka.

“Oh ya suhu, kalau teecu boleh tahu siapa yang mampu membuat suhu terluka parah saat itu” kata A Liong dengan rasa ingin tahu.
“Sebenarnya kau punya seorang susiok tapi susiokmu itu sejak dari dulu mempunyai tabiat yang kurang baik sehingga sering melakukan perbuatan-perbuatan sesat dan di benci oleh kaum persilatan. Lohu sudah berupaya agar susiokmu itu sadar atas segala perbuatannya namun tak pernah dihiraukan, bahkan terakhir kali ia bertemu lohu, susiokmu itu bekerjasama dengan kawan-kawannya mengeroyok lohu dan membokong lohu secara pengecut dengan racun hingga lohu terluka parah. Untungnya lohu berhasil meloloskan diri dari kerubutan mereka. Sebenarnya sejak kecil lohu yang mewakili Insu mendidik dan mengajari ilmu silat susiokmu itu, untungnya Insu sudah sejak awal melihat tabiatnya kurang baik sehingga ia berpesan pada lohu untuk tidak mengajarinya 8 jurus terakhir ilmu pedang terbang. Saat ini mungkin umur susiokmu berkisar 40 tahunan”.

Boleh di bilang salah satu yang membuat lohu kecewa dalam hidup ini adalah tidak mampu mengendalikan sepak terjang sute sendiri. Lohu harap jika engkau bertemu dengan susiokmu itu, sampaikan kata-kata lohu supaya ia segera sadar atas perbuatan jahatnya. Kalau dia tetap tidak berubah, engkau boleh melawan dan membasminya – syukur bila engkau dapat memunahkan ilmu silatnya saja tapi kalau keadaan terpaksa engaku boleh membasminya, demi ketenangan dunia kang-ouw.

Susiokmu bernama Tan Kin Hong, julukannya Tok-tang-lang (si belalang berbisa) dan memiliki ilmu silat yang tinggi. Lohu rasa dengan ilmumu sekarang ini engkau sudah mampu menandingi susiokmu, tapi satu perlu diperhatikan adalah ilmu racunnya. Entah dari mana ia mempelajarinya, ia mempunyai keahlian meracuni orang tanpa disadari yang bersangkutan, baik melalui makanan, minuman maupun dari hembusan nafasnya. Semua senjatanya baik pedang, senjata rahasianya dilumuri racun keji yang dapat membunuh secara seketika. Jadi berhati-hatilah jika ketemu susiokmu.
“Teecu akan berhati-hati suhu” kata si pemuda.

“Sebelum engkau turun gunung sebaiknya perlu lohu beritahukan sekilas keadaan dunia persilatan sekarang ini biar engkau tidak buta akan keadaan dunia kang-ouw.

Saat ini Hong-tiang (ketua) biara Shaolin - Tiang Pek Hosiang, ketua partai Bu-Tong – Kiang Ti Tojin , dan ketua partai Thai-San – Master The Kok Liang, serta ketua perkumpulan Kay-Pang – Sun Lo-Kai merupakan tokoh yang paling berpengaruh di dunia persilatan, boleh di bilang mereka adalah tokoh paling kosen dan dimalui semua orang. Namun seperti yang engkau ketahui di antara ke empat tokoh tersebut hanya Master The Kok Liang yang berkeluarga dan mempunyai seorang putri yaitu teman mainmu Cin-Cin.

Selain Master The Kok Liang, lohu juga berteman baik dengan Sun Lo-Kai – Ketua Kay-Pang tapi sudah sudah belasan tahun ini lohu tidak bertemu dengannya, disamping lohu sibuk mengajarimu ilmu, juga Sun Lo-Kai senang berkelana ke seluruh penjuru sehingga bahkan murid-murid Kay-Pang pun sulit menemukannya.

Apabila kau mujur berjumpa dengannya, sampaikan salam dan pesan lohu supaya dia tidak pelit ilmu. Mudah-mudahan ia mau mengajarimu sejurus dua jurus ilmu saktinya”. Sedangkan dengan Tiang Pek Hosiang dan Kiang Ti Tojin, lohu cukup kenal dan pernah bertemu mereka tukar pikiran.
“Bagaimana dengan suhu ?” kata Lie Kun Liong, teecu yakin ilmu suhu tidak kalah lihai dari mereka.
“Huss.. jangan mengumpak suhu sendiri. Dalam dunia persilatan masih banyak tokoh-tokoh kenamaan, hanya mereka tidak mau menonjolkan diri. Ingat pepatah diatas langit masih ada langit”.
“Baiklah besok engkau boleh pergi turun gunung, sekarang engkau boleh siap-siap”.
“Baik suhu” kata Lie Kun Liong.

Ia segera pergi kembali ke kamarnya dan menyiapkan buntalan pakaian serta bekal yang dibutuhkan. Setelah itu ia pergi ke puncak gunung Thai-San di sebelah timur dari pondok kediaman mereka untuk menemui Cin-Cin. Mereka sudah semenjak lama berteman mulai di waktu ia baru tiba di gunung Thai-San. Ia ingat waktu pertama kali suhu mengajaknya ke Thai-San-Pay untuk menyambangi sahabat suhunya – ketua Thian-San-Pay Master The Kok Liang, disana ia diajak oleh Cin Cin untuk berkenalan dengan saudara seperguruannya. Tapi ia paling akrab dengan Cin Cin dan Tang Bun An, suheng Cin Cin - murid pertama dari master The Kok Liang.

Mereka bertiga sering bermain, bercengkrama, berburu dan menjelajahi hutang di gunung Thai San bersama-sama, bahkan kadangkala mereka bermalam di hutan sambil membakar hewan hasil buruan, tidur beratapkan langit seolah-olah mereka sedang berkelana di dunia kangouw.

Sesampainya di Thai San Pay, segera ia mencari Cin Cin dan Tang Bun An memberitahu mereka akan kepergiannya esok hari.

“Kenapa mendadak sekali, aku mau minta ijin ke ayah agar diperbolehkan turun gunung juga” kata Cin Cin sambil berlari masuk kedalam rumah mencari ayahnya.

Sambil tersenyum menatap kepergian Cin Cin, Tang Bun An berkata, “Engkau beruntung Liong-heng boleh terjun ke dunia kangouw sekarang” Sedangkan menurut suhu masih perlu waktu 1-2 tahun lagi bagi kami untuk menamatkan pelajaran.

“Moga moga kalian juga bisa turun gunung secepatnya, supaya kita bisa bersama-sama berkelana dunia kangouw” kata Lie Kun Liong sambil tersenyum. Suhu sebenarnya berat melepas kepergianku tapi suhu sadar cepat atau lambat aku harus pergi dan mencari tahu siapa pembunuh keluargaku.

“Mudah-mudahan engkau berhasil membalas dendam kematian orangtuamu” kata Tang Bun An. Oh ya, apa rencanamu begitu turun gunung ?

“Aku akan kembali ke kampung halaman dulu, mencari tahu kabar dari tetangga sekitar mengenai kejadian 12 tahun yang lalu, siapa tahu ada petunjuk yang bisa didapatkan”

Tak berapa lama kemudian Cin Cin kembali dengan wajah cemberut diiringi ayahnya – Master The Kok Liang dan ibunya – Nyonya Hui Lan . Penampilan ketua Thian San Pay ini sederhana dan bersahaja, berumur sekitar 50 tahunan namun masih tampak lebih muda dari umurnya. Apabila tidak mengenal asal-usulnya, orang bisa menyangka ia hanya susing (pelajar) pertengahan umur yang lemah.

Namun di balik penampilan yang lemah ini tersembunyi kekuatan dahysat dan tidak banyak tokoh silat yang mampu menghadapi ilmu silatnya. Di usianya sekarang ini ia sudah mampu menempatkan diri sebagai salah satu tokoh terbesar dan berpengaruh di Bu Lim bahkan yang termuda di antara yang lainnya. Tiang Pek Hosiang, Kiang Ti Tojin dan Sun Lo-Kai sudah berumur 70-80 tahunan.

Di bawah kepemimpinannya ilmu pedang perguruan Thai San Pay berkembang dengan pesat dan diakui rimba persilatan sebagai salah satu ilmu pedang yang dahysat sejajar dengan Bu Tong Pay. Saat ini partai Thai San memiliki kurang lebih 500 murid dengan 7 orang murid utama yang memiliki kungfu tertinggi dan di kepalai oleh Tang Bun sebagai murid pertama dan sudah mewarisi seluruh ilmu partai Thai San. Sedangkan Cin Cin boleh di bilang masih kalah dari toa suhengya Tang Bun An, terutama di tenaga lwekang. Namun apabila mereka berlatih bersama-sama, mereka berdua merupakan jelmaan Master The Kok Liang dan nyonya Cen Hui Lan di masa muda. Sute-sute mereka tidak mampu mengalahkan mereka walaupun di keroyok 6 orang.

Sedangkan istrinya yang bernama Chen Hui Lan merupakan pasangan yang setimpal dengannya, selain sebagai istri, ia juga merupakan pasangan suaminya dalam ilmu silat karena sebenarnya mereka adalah suheng-sumoy. Di waktu masih muda keduanya sudah mengemparkan dunia persilatan dengan ilmu pedang bersatu padunya. Kalau sang suami kelihatan gagah dan bersemangat, Nyonya Cen Hui Lan lemah lembut dan bekas kecantikan di masa muda masih jelas terlihat. Tidak heran kecantikan Cin Cin rupanya menurun dari orang tuanya.

“Hiantit, lohu dengar dari Cin Cin engkau mau turun gunung ?” kata Master The Kok Liang. Apa benar ?
Ya, paman suhu mengijinkan cayhe (saya) untuk menimba pengalaman di dunia kangouw. Mulai besok aku turun gunung sekalian mohon pamit dan doa restunya dari paman dan bibi.
“Engkau harus berhati-hati A Liong” kata nyonya Cen Hui Lan, dunia kangouw sangat kejam dan banyak tipu muslihatnya. “Apakah gurumu sudah memberitahu keadaan dunia persilatan saat ini” kata Master The Kok Liang.
“Sudah paman” kata Lie Kun Liong. Bahkan menurut suhu paman termasuk empat tokoh paling tersohor di dunia kangouw selain ketua Shaolin, ketua Butong dan ketua Kaypang.
“Wah gurumu pintar merendahkan diri rupanya hiantit” kata master The Kok Liang sambil tertawa., siapa yang tidak kenal dengan Sin Kiam Bu Tek (Dewa Pedang Tanpa Tanding) – *** Khi Coan 30 tahun yang lalu, suhumu itu. Bahkan lohu masih perlu belajar lagi kalau berhadapan dengan suhumu kata Master The Kok Liang dengan serius.

“Benar A Liong, bibi rasa omongan gurumu itu perlu di revisi sedikit. Yang benar adalah 5 tokoh besar bukan empat, suhumu sudah pasti salah satu diantaranya” kata nyonya Cen Hui Lan sambil tersenyum.

“Cin Cin setuju dengan perkataan ibu, aku pernah mencuri lihat latihan silat *** locianpwe (orang tua gagah) dan Liong-ko, sangat hebat dan mendebarkan hati” kata Cin Cin sambil tertawa-tawa

“Cin Cin! Engkau tidak boleh mencuri lihat orang sedang berlatih kungfu, pantang bagi kaum persilatan melakukannya” kata Master The Kok Liang dengan wajah berkerut marah.

“Tidak apa-apa paman, suhu sebenarnya sudah tahu kalau Cin-moy suka melihat waktu kami berlatih. Suhu cuma berlagak pilon saja dan tidak marah” kata Lie Kun Liong menenangkan keadaan.

“Syukur suhu A Liong tidak marah, sebenarnya mencuri lihat latihan orang merupakan pantangan utama kaum persilatan, bahkan bisa menimbulkan pertempuran mati hidup. Engkau tidak boleh melakukannya lagi Cin Cin” kata master The Kok Liang masih dengan nada marah.

“Ya ayah” kata Cin Cin sambil menundukkan wajahnya. Tapi dengan sembunyi-sembunyi meleletkan lidahnya ke arah Lie Kun Liong begitu ayahnya tidak melihat.

Lie Kun Liong tersenyum melihat kelakuan Cin Cin yang masih kekanak-kanakan itu. Ia tahu Cin Cin memang manja dan suka bertindak sesuka hati. Ia menganggap Cin Cin seperti adik sendiri karena ia tidak punya adik sendiri untuk disayangi.
Mereka bertiga lalu pergi ke belakang lembah di belakang partai Thai San, tempat di mana mereka biasanya mengobrol dan bertukar pikiran.

“Liong-ko apa engkau sudah menguasai ilmu pedang terbang sehingga suhumu memperbolehkanmu turun gunung” kata Cin Cin dengan rasa ingin tahu yang besar.

“Aku tidak heran sumoy, Liong-heng memang berbakat sekali bahkan ilmu suratnya melebihi kita” kata Tang Bun dengan nada kagum. Menurut sunio (ibu guru wanita) Liong-heng memiliki bakat yang sangat jarang sekali yaitu “Sekali melihat tak terlupakan”.

“Engkau bergurau twako, dulu kalau bukan engkau dan Cin-moy yang memohon bibi untuk memperbolehkan aku ikut serta belajar ilmu surat dengan kalian, mungkin saat ini aku tidak melek huruf” kata Lie Kun Liong.

“Sekarang Liong-ko sudah menjadi pendekar yang Bun Bu Coan Cay (mahir ilmu silat dan ilmu surat)” kata Cin Cin sambil bergurau.

“Kalian bergurau saja, bagaimana dengan kalian - siapa yang tidak kenal dengan kehebatan gabungan ilmu pedang kalian, mungkin ilmuku tidak ada seujung jari kalian” balas Lie Kun Liong.
“Bagaimana kalau kita coba-coba berlatih bersama” kata Cin Cin dengan semangat.
“Jangan sumoy, nanti suhu marah” kata Tang Bun buru-buru.
“ Huh.. penakut” cibir Cin Cin.

“Sudahlah jangan bergurau lagi” kata Lie Kun Liong. Mari kita bicara tentang dunia persilatan. Apa saja yang kalian ketahui tolong beritahu untuk bekal nanti.

“Ketika susiok datang berkunjung tahun yang lalu, dia orang tua pernah memberitahu bahwa untuk angkatan muda yang paling menonjol saat ini adalah selain angkatan muda murid-murid utama partai Shaolin, Butong, Thai San, Kaypang, Hoa San Pay, Go Bi Pay masih ada dua orang yang menjulang namanya akhir-akhir ini yaitu Bai Mu An dengan julukan Si Pedang Kilat dan Liok In Hong dengan julukan Dewi Pedang (Sian Li Kiam). Ilmu silat keduanya kabarnya sangat mengejutkan dan tidak ada yang tahu berasal dari aliran mana ilmu pedang mereka” kata Cin Cin.

“Benar susiok memang suka berkelana, dia orang tua tahu benar perkembangan dunia persilatan saat ini. Sayang susiok belum datang lagi ke sini, kalau tidak engkau bisa menimba pengetahuan yang banyak Liong-heng” kata Tang Bun.

“Rupanya kalian masih punya susiok” kata Lie Kun Liong dengan heran. Selama berkunjung di sini, aku tidak pernah tahu bahwa paman dan bibi masih punya saudara seperguruan.

“Engkau benar Liong-ko, waktu susiok datang setahun yang lalu engkau sedang sibuk memperdalam ilmu pedang terbang dan selama kurang lebih 3 bulan engkau jarang berkunjung ke sini” kata Cin Cin.

Menurut ayah susiok memang jarang datang ke sini, terakhir kali dia orang tua datang waktu aku masih bayi. Sebenarnya sudah lama aku tahu masih punya susiok tapi karena jarang bertemu jadi lupa. Ibu bilang ilmu silat susiok susah di ukur tingginya karena susiok gemar sekali ilmu silat dan banyak belajar ilmu silat di luar Thai San Pay kita.

Sebenarnya yang harus menjadi ketua Thai San Pay adalah susiok sebagai murid pertama kakek guru tapi susiok tidak mau pusing dan harus menetap di gunung Thai San ini – dia tidak betah makanya kakek guru menetapkan ayah sebagai penggantinya.

“Waktu berkunjung tahun kemarin susiok mengajarkan aku dan toako ilmu menutuk jari dari negeri Taylie yang di sebut It Ci Sian. Ilmu ini sangat lihai bisa menutuk urat nadi orang dari jarak jauh tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Sampai sekarang aku cuma menguasai kulitnya saja, mungkin toako sudah menguasainya” kata Cin Cin sambil melirik Tang Bun.

“Masih belum sesempurna susiok sumoy, tapi sudah lumayan. Yang penting adalah lwekang harus kuat karena ilmu tutuk jari ini sangat mengandalkan tenaga dalam” kata Tang Bun.

“Selamat kalian bisa mendapatkan ilmu yang langka itu” kata Lie Kun Liong. Aku jadi sedikit iri dengan kalian punya susiok yang maha lihai.

“Kalau engkau mau nanti aku ajari It Ci Sian” kata Cin Cin kepada Lie Kun Liong.

“Jangan-jangan, aku cuma bergurau, nanti susiokmu marah kamu sembarangan mengajari orang ilmu yang dia ajarkan” kata Lie Kun Liong buru-buru. Wah sudah siang, suhu pasti sudah menunggu-nunggu, aku pulang dulu yah – sampai ketemu lagi di dunia kangouw kalau kalian sudah turun gunung.

“Liong-heng besok kami akan berkunjung ke tempatmu untuk mengantar kepergianmu” kata Tang Bun.

“Tidak usah merepotkan, aku pergi pagi-pagi sekali – sampai ketemu lagi yah” tampik Lie Kun Liong sambil berjalan pergi.

Cin Cin memandang kepergian Lie Kun Liong dengan termangu, ia merasa ada sesuatu yang hilang – entah apa tapi yang jelas ia merasa sedih kehilangan teman bermainnya. Untuk gadis usia lima belas tahun, ia tidak tahu perasaan itu adalah benih-benih cinta.

Selagi Cin Cin termenung, Tang Bun pun sedang melirik Cin Cin sembunyi-sembunyi, didalam hatinya ia tahu Cin Cin merasa kehilangan Lie Kun Liong. Diam-diam tanpa sepengetahuan kedua temannya ia sudah lama menaruh hati pada Cin Cin. Diantara mereka dialah umurnya yang paling tinggi – delapan belas tahun sehingga masalah cinta sedikit banyak ia lebih mengerti dari kedua kawannya itu. Timbul beban berat di hatinya karena sadar punya saingan untuk merebut si pujaan hati. Entah apa yang akan terjadi asmara segi tiga di antara mereka.

Di lihat dari penampilan, Tang Bun dan Lie Kun Liong sama-sama memiliki kelebihan. Muka Tang Bun lebih kelaki-lakian dan sedikit kasar sedangkan Lie Kun Liong wajahnya lebih halus sehingga terlihat lebih tampan. Dari bentuk tubuh Tang Bun lebih kokoh dan terkesan gagah sedangkan Lie Kun Liong terkesan lemah seperti siucai (pelajar lemah). Namun dari sorot mata, Lie Kun Liong lebih tajam dan bersinar terang menandakan pemilik mata ini sudah menguasai ilmu lwekang yang dalam.

“Toa suheng! kenapa engkau menatapku terus, ada yang salah dengan penampilanku” kata Cin Cin tiba-tiba sambil melihat ke a rah pakaian yang dipakainya.
“Tidak apa-apa sumoy” kata Tang Bun gelagapan.
“Mari kita pulang” ajak Tang Bun buru-buru.
Akhirnya mereka berjalan pulang dengan pikiran masing-masing.
Mereka tidak tahu harapan untuk turun gunung akan tercapai beberapa bulan kemudian setelah Lie Kun Liong turun gunung.
Nantikan Pendekar Cinta Jilid 2

0 komentar:

Dí lo que piensas...