Jilid 3. Suatu perkara aneh
Perjalanan bersama Liok Han Ki cukup menyenangkan, ia rupanya sudah
cukup lama berkelana dan sudah berpengalaman sehingga Lie Kun Liong
tidak sedikit mendapatkan keuntungan dari kawan barunya ini. Sepanjang
perjalanan mereka kadang-kadang mereka terpaksa bermalam di hutan atau
kelenteng rusak. Bila menginap di hotel, Liok Han Ki selalu memesan dua
kamar untuk mereka. Lie Kun Liong pernah menyatakan
keheranannya kenapa harus memesan dua kamar, bukannya satu kamar lebih
dari cukup dan dapat menghemat biaya perjalanan. Namun Liok Han Ki
mengatakan bahwa ia dari kecil sudah terbiasa mempunyai kamar sendiri
dan tidak biasa berbagi kamar. Lie Kun Liong cukup memakluminya, ia tahu
tabiat kawan barunya ini cukup keras dan manja, mungkin ia dibesarkan
di keluarga yang cukup berada sehingga suka membawa adatnya sendiri.
Dia tidak berani banyak bertanya mengenai keluarga Liok Han Ki karena ia
mempunyai kesulitan-kesulitan sendiri dan tampaknya Liok Han Ki juga
merasa bahwa Lie Kun Liong cukup tertutup mengenai latar belakangnya
sehingga ia tidak banyak tanya.
Suatu hari mereka tiba di dusun kecil dan mampir di warung makan
satu-satunya di dusun itu. Warung itu cukup sederhana, hanya terdapat
beberapa meja dan makanan yang tersedia hanya bakmi dan bakpau saja.
Saat itu pelanggan yang datang hanya mereka berdua saja. Selagi mereka
menikmati makanan, masuk dua orang pria berusia pertengahan sambil
menenteng pedang dan memilih duduk di meja yang menghadap ke pintu masuk
warung. Dilihat dari penampilan mereka sepertinya memiliki ilmu silat
yang cukup tangguh terutama pria yang berpakaian abu-abu, sinar matanya
cuku tajam menandakan lwekangnya cukup tinggi.
Sambil memesan makanan, mereka memandang Liok Han Ki dan Lie Kun Liong
sekejap lalu sambil menyantap makanan mereka bicara satu sama lain
dengan suara lirih.
“Ke dua pemuda ini sepertinya berisi, kita harus hati-hati” kata pria berbaju abu-abu.
“Si-heng terlalu khawatir, dua bocah ini aku rasa cuma siucai yang
berlagak bawa pedang supaya tidak diganggu penjahat kacangan saja. Aku
rasa mereka cuma gentong nasi tidak perlu dipedulikan” sahut pria yang
bercambang lebat.
Walaupun mereka bicara berbisik-bisik namun Lie Kun Liong dapat
mendengarnya dengan jelas. Ia tidak mau usil dan hanya tersenyum saja.
Lain dengan Liok Han Ki, rupanya ia juga dapat mendengar pembicaraan ke
dua orang itu. Ia mendengus tanda hatinya merasa tersinggung. Tapi
melihat Lie Kun Liong diam saja maka iapun tidak berbuat apa-apa hanya
memandang hina ke dua orang itu.
Salama makan kedua orang itu tidak banyak bicara. Setelah puas makan mereka lalu pergi melanjutkan perjalanan.
“Lie-heng kedua orang itu cukup mencurigakan, mari kita ikuti perjalanan mereka” kata Liok Han Ki.
“Sebaiknya kita tidak usah mencari perkara sama mereka Liok-heng. Aku
lihat kedua orang itu memiliki ilmu yang lumayan terutama pria yang
berbaju abu-abu” kata Lie Kun Liong.
“Justeru itu aku curiga mereka adalah penjahat yang hendak berbuat
sesuatu yang jahat. Aku tidak akan membiarkan sesuatu yang kebentur di
tanggan aku lolos” jawab Liok Han Ki.
Dengan perasaan apa boleh buat Lie Kun Liong mengerahkan ginkangnya mengikuti kawannya mengejar kedua orang itu.
Untuk pertama kalinya ia dapat mengukur ilmu ginkang kawan barunya itu
ternyata tidak berada di bawah kepandaiannya. Entah bagaimana dengan
kungfunya. Lie Kun Liong cukup kaget karena menurut suhunya ilmu ginkang
mereka teng peng touw sui (menginjak rumput menyeberang sungai)
termasuk ilmu kelas wahid, jarang yang bisa menandinginya.
Dengan bekal ginkang yang sama-sama tinggi, dengan cepat mereka mampu
mengejar ke dua orang tadi. Ternyata kedua orang itu memang perampok dan
saat ini sedang terlibat pertempuran dengan kawanan piauwsu (pengawal
barang). Para piauwsu itu terbagi menjadi dua kelompok, kelompok yang
satu maju mengeroyok ke dua orang perampok sedangkan kelompok yang lain
mengelilingi dan melindungi peti berisi barang bawaan.
Namun kelihatan jelas bahwa para piauwsu yang mengeroyok kedua orang itu
kewalahan, sudah ada sebagian besar piauwsu yang mengeroyok mati
terbunuh. Bahkan kelompok yang melindungi barang bawaan sekarang sudah
ikut mengeroyok ke dua orang itu mati-matian. Pemimpin mereka dengan
pedang di tangan sudah terluka namun masih gigih melawan ke dua perampok
itu. Ilmu silat pemimpin piauwkiok ini sebenarnya cukup tinggi dan
penjahat biasa bukanlah tandingannya.
Entah sudah berapa ratus pertempuran ia alami tapi pertempuran kali ini
yang paling hebat sepanjang hidupnya. Baru kali ini ia menghadapi
perampok yang mempunyai ilmu setinggi ini. Anak buahnya merupakan
jago-jago pilihan semuanya namun di tangan ke dua perampok ini para
piauwsu ini ibarat kunang-kunang dan lilin. Jelas kelihatan ilmu mereka
kalah unggul dengan perampok tersebut. Hanya tinggal menunggu waktu
sebelum kawanan piauwsu itu terbasmi habis.
Kedatangan Lie Kun Liong dan Liok Han Ki tepat pada waktunya. Sambil
menyabut pedang dari sarungnya Liok Han Ki berteriak “Perampok dari mana
yang berani mati merampas barang di tengah hari bolong”. Lalu ia
menyabetkan pedangnya ke arah perampok bercambang lebat. Sambil mengelak
si perampok berkata “Rupanya bocah bau tengik tadi yang berlagak mau
jadi pahlawan. Lebih baik segera pulang ke pangkuan ibumu sebelum pedang
toyamu ini menembus badanmu” Liok Han Ki dengan murka melancarkan
serangan secara beruntun. Tanpa belas kasihan ia mencecar si perampok
dengan ilmu pedang kebanggaannya.
Dengan susah payah si perampok melayani serangan Liok Han Ki.
“Bocah dari mana asalnya ini, kok ilmu pedangnya sangat lihai” kata si
perampok dalam hati. Ia menangkis sekuat tenaga jurus terakhir yang
dilancarkan Liok Han Ki. Gagang pedang ditangannya hampir terlepas dari
pegangannya, telapak tangannya terasa sakit. Dengan penuh rasa kaget si
perampok melawan sekuat tenaga serangan Liok Han Ki.
Kalau si perampok yang melawan Liok Han Ki terkaget-kaget, perampok
satunya lagi yang melawan Lie Kun Liong juga tidak kalah terkejutnya.
Setiap serangan pedang Lie Kun Liong hanya dengan susah payah dapat ia
punahkan. Ia yang sudah berpengalaman puluhan tahun sekarang ketemu
batunya, bahkan ilmu pedang yang dimainkan Lie Kun Liong tidak dapat ia
raba asalnya. Syukur baginya Lie Kun Liong baru terjun ke dunia kangouw
sehingga pengalaman bertempurnya masih sedikit dan ragu-ragu untuk
meneruskan serangan yang lebih mematikan, kalau tidak sudah dari tadi si
perampok berbaju abu-abu itu kalah.
Suatu saat Lie Kun Liong mengincar dan menusuk ke arah pundak kiri si
perampok namun dengan tiba tiba ujung pedangnya membentuk lingkaran dan
arah yang di tuju adalah pundak kanan si perampok. Kali ini si perampok
tidak dapat berkelit lagi, ia sudah salah mengantisipasi jurus serangan
Lie Kun Liong yang awalnya menuju ke pundak sebelah kirinya tapi
mendadak di tengah jalan mengincar pundak kanannya.
Pedang yang ia pegang di tangan kanannya jatuh ke tanah dan sebelum ia
bereaksi lebih lanjut ujung pedang Lie Kun Liong sudah berada di depan
tenggorokannya. Dengan rasa jeri dan takjub terlihat jelas di wajah si
perampok, Lie Kun Liong menutuk tiam hiat (jalan darah) si perampok
sehingga tidak dapat bergerak. Lalu ia memandang pertempuran antara Liok
Han Ki dengan perampok yang lainnya juga hampir selesai.
Ia kagum dengan kelihaian ilmu pedang Liok Han Ki, kecepatan dan
ketepatan jurus yang dilancarkan Liok Han Ki sangat akurat – hanya
mereka yang sudah mencapai tingkat tertinggi dari ilmu pedang yang dapat
melakukan gerakan seperti yang barusan diperagakan oleh Liok Han Ki.
Suatu ketika cukup dengan sontekan ujung pedangnya perut si perampok
tertembus pedang Liok Han Ki dan si perampok jatuh ke tanah berlumuran
darah, nasibnya jauh lebih buruk dari perampok yang melawan Lie Kun
Liong. Ternyata Liok Han Ki masih merasa marah dengan perkataan si
perampok di warung makan tadi sehingga ia bertindak cukup kejam dengan
membunuh si perampok.
Para piauwsu yang masih hidup dan terluka memandang ke dua penolong
mereka dengan rasa kagum dan berterima kasih. Pemimpin piauwkiok
(perusahaan pengawal barang) sambil menjura berkata “Terima kasih atas
bantuan inkong (tuan penolong) berdua, kami dari perusahaan piauwkiok
“Harimau Kemala” sangat berutang budi pada jiwi berdua.
“Oh rupanya dari perusahaan piauwkiok paling terkenal di seluruh dunia
persilatan” kata Liok Han Ki dengan keheranan. Setahu aku jarang yang
mampu dan berani membegal barang bawaan piauwkiok “Harimau Kemala”
makanya aku juga heran dengan kungfu kedua perampok ini sangat lihai dan
tidak kelihatan seperti perampok piauwkiok biasa.
Perusahaan piauwkiok “Harimau Kemala” merupakan perusahaan pengawalan
barang terbesar dan paling terkenal, pemimpinnya adalah sute dari ketua
partai Go Bi pay – In Cinjin. Semua barang kawalan dari piauwkiok
“Harimau Kemala” di jamin sampai ke tujuan dengan selamat dan belum
pernah gagal dalam melaksanakan tugas. Di samping sute dari ketua Go Bi
Pay, pemimpin perusahaan piauwkiok “Harimau Kemala” – Liu Siu Ciang ini
pandai bergaul dengan kalangan rimba hijau, ia tidak segan-segan memberi
hadiah kepada kalangan liok-lim (rimba hijau) sehingga mereka segan dan
menghormatinya.
Memang ada beberapa penjahat yang tidak tahu diri berani mencoba
membegal barang kawalan piauwkiok “Harimau Kemala” namun semuanya gagal
karena para piasu yang diperkerjakan semuanya bukan jago-jago silat
biasa. Jarang sekali pemimpin utama mereka, Liu Siu Ciang turun tangan
langsung mengawal barang kawalan. Cukup dengan memandang bendera
piauwkiok yang bergambar sepasang harimau berwarna kuning keemasan,
tidak ada penjahat yang berani mati merampoknya. Anak cabang piauwkuok
“Harimau Kemala” ada di seluruh penjuru propinsi dengan jumlah piauwsu
ribuan orang.
Saat ini operasional piauwkiok “Harimau Kemala” dipegang langsung oleh
putera Liu Siu Ciang yang bernama Liu Cin Hok, ia sudah mewarisi seluruh
ilmu silat sang ayah bahkan kalau sedang berkunjung ke Go Bi Pay, ia
mendapat petunjuk yang berharga dari susioknya In Cinjin sehingga ilmu
silatnya maju pesat.
“Kalau jiwi berdua heran, kami malah lebih heran lagi karena selama
piauwkiok ini berdiri barang kawalan piauwkiok kami tidak ada yang
pernah gagal atau dibegal perampok, namun 2 bulan belakangan ini sudah
ada 8 barang kawalan dari piauwkiok kami yang dirampas orang. Siau
Kongcu (tuan muda) kami sudah turun tangan langsung menangani masalah
ini” jawab pemimpin piawsu.
“Memang aneh, tapi jangan lupa sekarang kita sudah menangkap salah satu
perampok, mari kita tanyai dengan jelas” kata Liok Han Ki sambil
berjalan menghampiri si perampok yang telah tertutuk oleh Lie Kun Liong.
Namun ternyata si perampok sudah mati, di sela-sela mulutnya mengalir
darah segar.
Dengan heran Lie Kun Liong memeriksa mulut si perampok, ternyata di
bagian dalam mulutnya perampok itu membawa racun yang sewaktu-waktu
dapat ia gigit, rupanya ia sadar tiada harapan lagi sehingga memutuskan
nyawanya sendiri.
“Siapapun yang mendalangi ini pasti memiliki wibawa yang besar sampai
anak buahnya lebih rela mati daripada membocorkan rahasia” kata si
pemimpin piauwkiok.
“Apakah baru-baru ini piauwkiok kalian mengawal barang yang sangat berharga dan di incar kaum persilatan” tanya Liok Han Ki.
“Tidak, belakangan ini barang-barang kawalan kami kebanyakan adalah
perhiasan, emas dan harta benda pejabat pemerintahan. Tentunya tidak
menarik jago-jago kosen dunia persilatan” jawab pemimpin piauwkiok sabil
berkerut kening. Bahkan barang kawalan kami ini walaupun tidak seperti
biasanya namun rasanya belum bisa mengerakkan jago persilatan untuk
merampasnya tanpa memandang muka piauwkiok kami.
“Memang apa isi barang kawalan kali ini, kalau boleh aku tahu” tanya Liok Han Ki.
“Tentu saja boleh, jiwi adalah penyelamat kami” kata pemimpin piauwkiok.
Kali ini kami mengawal persembahan pejabat sementara tihu kota kepada
gubernur yang berada di bawah keresidenan propinsi Hulam. Isinya
disamping sekotak emas berlian, juga sepasang kuda pualam yang indah
dari Tibet.
“Aneh kalau begitu” kata Liok Han Ki. Mungkinkah ada orang yang ingin
membalas dendam atau persaingan dagang kepada Liu Siu Ciang ayah beranak
dengan cara membegal barang kawalan sehingga piauwkiok “Harimau Kemala”
bangkrut untuk mengganti barang-barang yang hilang?
“Kemungkinan itu ada tapi untuk membuat bangkrut piauwkiok kami bukan
urusan mudah karena sudah puluhan tahun perusahaan piauwkiok ini
berjalan dan tidak sedikit keuntungan yang kami peroleh sehingga untuk
mengganti barang-barang yang hilang selama 2 bulan ini bukan perkara
yang sangat besar. Sedangkan masalah persaingan dagang rasanya juga
bukan karena selama ini perusahaan piwakok kami tidak serakah mengambil
semua barang kawalan. Bahkan sudah menjadi kebijakan pemimpin utama
untuk saling berbagi rezeki dengan perusahaan piauwkiok lainnya.
Masalahnya adalah nama baik piauwkiok kami bisa hancur” kata pemimpin piauwkiok.
“Di depan beberapa li dari sini kalian bisa sampai di kota terdekat,
sekalian kami hendak melewatinya juga, sebaiknya kita berjalan
bersama-sama untuk berjaga-jaga ada hadangan lagi di depan” kata Liok
Han Ki.
“Terima kasih banyak inkong” jawab pemimpin piauwkiok dengan penuh rasa
syukur. Di dalam kota ada cabang perusahaan piauwkiok kami sehingga
dapat segera memberi kabar ke kantor utama. Ia segera memerintahkan
piauwsu yang masih sehat untuk membantu piauwsu yang terluka dan bersama
dengan kedua inkong mereka menuju kota terdekat.
Sepanjang perjalanan tiada aral melintang, pemimpin piauwkiok yang
dipanggil Can kawsu oleh anak buahnya mengucapkan teima kasih kepada
Liok Han Ki dan Lie Kun Liong serta mengundang mereka untuk menginap di
cabang mereka, namun mereka tolak.
Mereka akhirnya menginap di penginapan di kota itu sebelum melanjutkan perjalanan esok harinya.
Pagi-pagi sekali selagi mereka sedang sarapan pagi di restoran hotel
tersebut, datang seorang pemuda berusia dua puluh tahunan bersama-sama
dengan Can kawsu pemimpin piauwkiok kemarin yang mereka tolong. Wajahnya
cukup tampan dan berwibawa.
“Aku Liu Cin Hok mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan jiwi
berdua terhadap piauwkiok kami” kata pemuda itu sambil menjura dalam.
“Inkong berdua, kebetulan siau kongcu kami sedang berada di anak cabang
kota ini ketika kami tiba. Setelah mendengar musibah yang kami alami
siau kongcu segera memerintahkan kami untuk mencari inkong berdua untuk
berterima kasih langsung, syukur inkong belum pergi dari kota ini” kata
Can kawsu.
“Senang bertemu Liu-heng, kami cuma kebetulan lewat saja dan tidak dapat
berpangku tangan melihat perampasan itu” kata Lie Kun Liong.
“Ya, seperti yang jiwi ketahui piauwkiok kami belakangan ini memang
sedang mengalami masalah besar. Tapi aku sudah berhasil melacak
keberadaan kawanan perampok itu, menurut hasil penyelidikan aku markas
mereka ada di sekitar kota ini. Itulah sebabnya aku berada di kota ini
dari dua hari yang lalu untuk mencari letak markas mereka” kata Liu Cin
Hok. Barusan pagi ini aku mendapat konfirmasi letak markas mereka.
Liok Han Ki rupanya senang ikut campur urusan orang lain, ia menawarkan
diri untuk membantu menangkap perampok itu. Dengan senang hati Liu Cin
Hok menerima tawaran itu. Rencananya nanti malam ia akan datang lagi ke
penginapan ini untuk bersama-sama menuju markas perampok-perampok itu.
Selanjutnya di Pendekar Cinta Jilid 4
Kamis, 07 Agustus 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Dí lo que piensas...